Mengenal Asal Muasal Negara Sekuler yang Memisahkan Urusan Agama dan Pemerintahan
SEKULER: Sistem negara sekuler menekankan bahwa negara tidak akan memihak pada agama tertentu.-foto: pixabay.com/koranrb.id-
KORANRB.ID - Negara sekuler adalah negara yang memisahkan urusan agama dari urusan pemerintahan, dengan menekankan bahwa negara tidak akan memihak pada agama tertentu.
Konsep negara sekuler memiliki akar yang panjang dalam sejarah manusia, dan kemunculannya dipengaruhi oleh banyak peristiwa politik, sosial, dan intelektual.
Artikel ini akan menjelaskan asal-usul negara sekuler secara komprehensif, mencakup konteks sejarah, perkembangan gagasan sekularisme, serta peran tokoh-tokoh penting dalam mendorong terbentuknya negara-negara sekuler di dunia.
Pada Abad Pertengahan di Eropa, kekuasaan gereja —terutama Gereja Katolik Roma—, memiliki pengaruh yang besar dalam pemerintahan dan kehidupan sehari-hari masyarakat.
Gereja tidak hanya menjadi institusi keagamaan, tetapi juga berperan sebagai aktor politik yang kuat. Para raja dan pemimpin sering kali berhubungan erat dengan otoritas gereja, dan legitimasi kekuasaan mereka sering kali diperoleh melalui restu gereja.
BACA JUGA:3 Juta Pelamar CPNS Ikuti SKD, BKN Siapkan Ribuan Lokasi Pelaksanaan Seleksi
BACA JUGA:Menyusul Tahap 2! Simak Lagi Syarat, Jadwal dan Ketentuan Seleksi PPPK 2024, Peluang Lulus Terbuka
Konflik-konflik politik sering melibatkan kekuasaan sekuler dan spiritual. Misalnya, peristiwa Investiture Controversy pada abad ke-11, di mana terjadi perselisihan antara Paus dan Kaisar Romawi Suci mengenai siapa yang memiliki hak untuk mengangkat uskup, mencerminkan ketegangan antara otoritas gereja dan negara.
Awal kebangkitan sekularisme dapat ditelusuri pada masa Renaisans (abad ke-14 hingga ke-17), ketika pemikiran rasional dan humanisme mulai bangkit di Eropa.
Renaisans menekankan pentingnya pengetahuan yang berdasarkan rasionalitas dan pengamatan, yang mulai mengguncang dominasi gereja dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ilmu pengetahuan, seni, dan politik.
Selama periode ini, gagasan bahwa manusia memiliki potensi untuk memahami dan mengelola dunia tanpa campur tangan agama mulai menguat.
Reformasi Protestan pada abad ke-16 yang dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti Martin Luther juga menjadi pendorong awal untuk memisahkan urusan agama dan pemerintahan.
Luther, misalnya, menolak otoritas absolut Paus dan Gereja Katolik dalam hal keselamatan, serta menekankan hubungan pribadi antara individu dengan Tuhan.
Meskipun Reformasi tidak serta-merta mendirikan negara sekuler, ia membuka jalan bagi pengurangan pengaruh gereja dalam urusan pemerintahan.