Seri Tulisan Hari Pahlawan 2024 (habis): PANGERAN ALI, DARI CAMAT PERANG SAMPAI BON PERANG
Pangeran Ali, dari camat perang sampai Bon Perang--Agustam Rahman
Tidak hanya itu, rakyat korban perang juga berdatangan sebagai pengungsi karena Napal Putih dan sekitarnya dianggap aman dari pasukan musuh. Tentu kas pemerintah sangat terbatas untuk membiayai ini semua.
Disinilah nasionalisme diuji oleh sejarah, rakyat Marga Ketahun dengan segala keterbatasannya membantu menyediakan tempat tinggal dan makan-minum.
Napal Putih yang sejak dulu ramai dengan aktifitas perdagangan banyak didatangi oleh Pedagang dari luar bahkan dari luar Hindia Belanda.
BACA JUGA:Mendes PDT Targetkan BUMDes di Bengkulu Selatan Jadi Percontohan Nasional
Seorang perantau dari Pakistan yang bernama Tuan Gafur membuka toko sembako disana. Tentu saja situasi perang membuat aktifitas perniagaannya terganggu.
Apalagi Tuan Gafur juga ikut angkat senjata bergabung dengan pasukan AK Gani di Lebong Tandai.
"Saat Lebong Tandai dibombardir oleh Belanda dari udara pada Mei 1949, Tuan Gafur bertugas di front Air Siman. Tembak menembak antara pasukan kita dengan musuh berlangsung hingga malam hari", ujar Amirudin cucu menantu Pangeran Ali saat berkisah pada Iwan Jaya anaknya.
Ketika perang usai karena perjanjian KMB tanggal 27 Desember 1949 situasi di Napal Putih berangsur-angsur normal. Betapa terkejutnya Tuan Gafur ketika pulang ke rumah keluar dari gerilya didapatinya warungnya yang dulu besar dan lengkap tapi kini terlihat kosong melompong.
Sang istri bercerita bahwa sepeninggal suaminya hampir tiap hari tentara dan laskar datang berhutang kebutuhannya seperti minyak, gula, beras, garam dan rokok.
"Tiap kali mereka berhutang saya selalu mencatatnya", ujar istrinya saat melihat Tuan Gafur nampak masih bingung. Tuan Gafur tidak marah dia bahkan bangga bahwa istrinya turut mendukung perjuangan melawan musuh.
BACA JUGA:Harga Pupuk Kembali Naik, Petani Gunakan Pupuk Organik
"Tak apalah, nanti kita cari rezeki lain lagi, yang harus disyukuri kita semua bisa berkumpul lagi dengan selamat", ujar Tuan Gafur tersenyum sambil menggantungkan senapan Garand kaliber 30-06 Springfield andalannya didinding rumah.
Tahun 1954 ketika AK. Gani menjadi Menteri Perhubungan pada Kabinet Ali Sastroamijoyo, Tuan Gafur ke Jakarta menghadap AK. Gani, dia bermaksud meminta bantuan modal usaha karena dia baru saja menetap di Curup Rejang Lebong. Secara berseloroh Tuan Gafur mengatakan bahwa di tas besar yang dibawanya penuh dengan kertas bon tentara dan laskar saat Agresi Belanda II yang menyebabkan warungnya bangkrut.
AK. Gani mengerti bahwa Tuan Gafur tidak menagih hutang, sebab patriotisme Tuan Gafur sekuat baja, nyawanya sendiri pernah dipertaruhkan demi republik.
Seketika AK. Gani memanggil stafnya sambil memberi kertas memo lalu staf tersebut mengajak Tuan Gafur menuju gudang, betapa terkejutnya Tuan Gafur, ternyata AK. Gani memberinya 3 unit mobil truck merk Chevrolet. 2 mobil dijual Tuan Gafur di Jakarta sementara 1 unit lagi dibawa ke Curup sejak itu usaha Tuan Gafur berkembang pesat sebagai pemasok batu dan pasir untuk bahan bangunan.