Sejarah Masjid Agung Kepahiang, Pembangunan Diwarnai Drama Politik, Ganti Nama dan Sertifikat Hilang

Sejarah pendirian Masjid Agung Baitul Hikmah Kepahiang diwarnai dengan intrik politik hingga berganti nama. Bahkan sampai saat ini sertifikat masjid ini pun lenyap entah kemana. FOTO: Heru Prama Putra/KORANRB.ID--

BENGKULU, KORANRB.ID -  Drama dan intrik politik warnai Pembangunan Masjid Agung Kepahiang, yang kini memiliki nama resmi Masjid Agung Baitul Hikmah. Semula, masjid megah yang kini berada persis di seberang kantor bupati Kepahiang tersebut, memiliki nama Masjid Agung Al Amin. 

Pemberian nama yang dianggap identik dengan nama belakang bupati Kepahiang Bando Amin C Kader itu, akhirnya diganti. Seiring pergantian kepemimpinan Kabupaten Kepahiang di bawah Hidayatullah Sjahid, penamaan masjid hingga yayasan sebagai pengelola pun dirombak total. Tak hanya itu, desain awal masjid yang ada di era Bando Amin ikut berubah. 

BACA JUGA:Sejarah Masjid Jamik Bengkulu, Dibangun Pejuang Tahun 1828 dan Direnovasi Oleh Soekarno

Awalnya, Masjid Agung Kepahiang memiliki rancangan 'wah' dengan miniatur ka'bah menyertai di dalam areal masjid seluas 2 Ha tersebut. Bagaimana perjalanan pembangunan Masjid Agung Kepahiang? Berikut ulasannya dirangkum KORANRB.ID.  Wacana pembangunan Masjid Agung telah digagas bupati Kepahiang 2 periode (2005-2015), Bando Amin C Kader. Ia yang menginginkan Kabupaten Kepahiang memiliki bangunan ikonik. 

Tak hanya kantor bupati dan bangunan perkantoran yang telah lebih awal dibangun. Sebagai daerah pemekaran dengan mayoritas umat Islam di dalamnya, sebuah bangunan masjid megah dianggap pas sebagai salah satu ikon daerah. 

BACA JUGA:Masya Allah! Masjid Al Jihad Seluma Berusia 1 Abad Lebih, Begini Sejarahnya

Hingga kemudian diputuskan pembangunan Masjid Agung yang dinamai Al Amin, dibangun di depan kantor bupati. Proses pembangunan tak mudah, lantaran lahan tersebut bukanlah milik kabupaten. Melainkan merupakan milik SMK - SPPN Kelobak, di bawah naungan Pemprov Bengkulu. 

Puncaknya pada Agustus 2012, Pemkab Kepahiang mengambil langkah berani dengan melakukan penggusuran bangunan SPP hingga menuai polemik panjang. Pemkab beralasan, lahan hibah dari provinsi tak kunjung ada kejelasan setelah ditunggu 3 tahun lamanya atau saat gubernur Bengkulu dijabat Agusrin M Najamudin. 

BACA JUGA:Sejarah Pembangunan Masjid Agung Mukomuko, Ternyata Pernah Berganti Nama

Pemkab pun ingin menyegerakan pembangunan Masjid Agung Al Amin. Pro dan kontra pun terjadi terkait langkah tersebut, baik di Kabupaten Kepahiang hingga di Pemprov Bengkulu. Karena hal ini pula, sempat menyeret beberapa petinggi di Pemkab Kepahiang ke ranah hukum. 

Selama proses berjalan, intrik politik terus mewarnai. Di Kabupaten Kepahiang, bertaburan selebaran hingga baliho hujatan dan tudingan miring kepada gubernur Bengkulu yang kala itu dijabat Junaidi Hamsyah. Di Kota Bengkulu, kantor gubernur pun jadi sasaran demo masa yang menganggap apa yang dilakukan Pemprov Bengkulu sebagai upaya penghalangan pembangunan masjid.

BACA JUGA:Sejarah Masjid Agung Arga Makmur, Pernah Dipindah di Era Presiden Soeharto

Hingga masa jabatan Bando Amin habis, apa yang diimpikan mendirikan bangunan masjid megah ikon Kabupaten Kepahiang tetap tak terwujud. 

Titik Awal Pembangunan Masjid Agung

Desa Talang Tige Kecamatan Muara Kemumu jadi saksi bersejarah. Pada Januari 2015, disaat Kabupaten Kepahiang telah dipimpin Penjabat Bupati Kepahiang H. Cik Asan Denn SH, M.S sengketa lahan dapat diselesaikan. Ini setelah, Penjabat Gubernur Bengkulu H. Suhajar Diantoro secara resmi menyerahkan langsung Surat Keputusan (SK) lahan hibah milik eks SPPN Kelobak kepada Pemkab Kepahiang untuk kemudian dijadikan lahan pembangunan Masjid Agung Kepahiang Al-Amin.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan