Asal Mula Nama Kepahiang, Kini jadi Kabupaten Hasil Pemekaran di Provinsi Bengkulu
KEPAHIANG: Gerbang batas masuk Kabupaten Kepahiang yang berada di jalur liku sembilan. Jalur yang kemudian dikenal dengan istilah mabuk kepayang, bagi mereka yang mabuk perjalanan saat melintas di sana. (foto: HERU/RB)--
Pembangunan infrastruktur jalan raya semakin diintensifkan oleh pemerintah kolonial Belanda, sejak berdirinya berbagai perusahaan besar dibidang pertambangan di daerah Rejang Lebong. Perusahaan perkebunan dan pertambangan membangun jalan untuk tujuan memudahkan alat transportasi yang membawa peralatan pertambangan dan perkebunan serta mengangkut hasil hasil pertambangan dan perkebunan ke pelabuhan Bengkulu.
Kepahiang Pusat Perjuangan
Sempat diduduki Jepang, sehari setelah proklamasi 17 Agustus 1945, Kepahiang tetap menjadi ibukota Kabupaten Rejang Lebong dan menjadi ibukota perjuangan karena mulai dari pemerintahan sipil dan seluruh kekuatan perjuangan terdiri dari Laskar Rakyat, Badan Perlawanan Rakyat (BTRI dan TKR sebagai cikal bakal TNI juga berpusat di Kepahiang.
Masa awal revolusi ini pula, nama Kepahiang kian harum. Pada masa itu, kota Kepahiang dikenal sebagai ibukota kabupaten Rejang Lebong yang disebut Afdeling Rejang Lebong.
Sesaat setelah peralihan kekuasaan dari penjajahan Belanda ke Jepang, hingga kemudian Jepang menjajah bumi pertiwi 3,5 tahun lamanya, kota Kepahiang tetap merupakan pusat pemerintahan bagi kabupaten Rejang Lebong.
BACA JUGA:Jangan Kampanye Pakai Fasilitas Pemerintah
Jelang agresi militer Belanda yang kedua pada 1948, seluruh fasilitas vital kota Kepahiang dibumihanguskan. Dimulai dari kantor bupati, gedung daerah, kantor polisi,kantor Pos, telepon, Penjara dan jembatan yang akan menghubungkan kota Kepahiang dengan tempat-tempat lainnya terpaksa dibakar untuk mengantisipasi gerakan penyerbuan tentara kolonial Belanda yang terkenal bengis masuk ke pusat-pusat kota dan pemerintahan serta basis perjuangan rakyat.
Setahun kemudian, seluruh aparatur Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong berada dalam pengasingan di hutan-hutan. Sehingga pada waktu terjadi penyerahan kedaulatan dari Pemerintah Hindia Belanda ke Pemerintah Republik Indonesia, yang oleh masyarakat waktu itu disebutkembali ke kota, terjadilah keharuan yang sulit dibendung.
Sebab, aparatur Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong tidak dapat lagi kembali berkantor ke kota Kepahiang karena seluruh fasilitas pemerintahan daerah telah dibumihanguskan. Namun, semangat mereka pantang surut.
Dengan sisa-sisa kekuatan, serta semangat yang membaja, seluruh aparatur pemerintahan daerah terpaksa menumpang ke kota Curup, karena di sini masih tersisa sebuah bangunan pesanggrahan (kini tempat bersejarah itu dibangun menjadi GOR Curup).
Tahun 1956, Curup ditetapkan sebagai ibukota Kabupaten Rejang Lebong berdasarkan Undang-Undang dan sejak itu pula Kepahiang menjadi ibukota Kecamatan sehingga hilanglah mahkota Kabupaten dari Kota Kepahiang.
Hingga kemudian disaat era reformasi, keran pemekaran wilayah pun dibuka seluas-luasnya. Kesempatan yang tak ingin dilewatkan para tokoh pemekaran, untuk mewujudkan cita-cita pendahulu yang ingin menjadikan Kepahiang, sebagai sebuah daerah defenitif.
Puncaknya, pada 7 Januari 2004, Kepahiang diresmikan sebagai kabupaten otonom oleh Jenderal TNI (purn) Hari Sabarno selaku Menteri Dalam Negeri Repubik Indonesia. Peresmian itu dikukuhkan berdasarkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Lebong dan Kabupaten Kepahiang di Provinsi Bengkulu. Ir. Hidayatullah Sjahid, M.M. ditunjuk sebagai penjabat Bupati Kepahiang. Pelantikan dilakukan oleh Gubernur Bengkulu atas nama Menteri Dalam Negeri pada 14 Januari 2004. (**)