Begini Sejarah Muhammadiyah Gunakan Metode Hisab untuk Tentukan Awal Ramadan dan Idul Fitri
Sejarah penggunaan metode hisab oleh Muhammadiyah, tak terlepas dari perjuangan KH Ahmad Dahlan dan dukungan Sultan HB XII. Foto: Muhammadiyah.or.id--
Salah satunya yaitu pelurusan arah kiblat yang terjadi sesaat beliau pulang adai melaksanakan ibadah haji pada tahun 1897 dan terus diperjuangkan hingga tahun 1898.
Saat itu, Sultan Hamengkubuwana ke VII (1839-1931) sudah melihat kecerdasan dan visi tajdid KH Ahmad Dahlan serta gagasannya yang melampaui zaman di eranya.
BACA JUGA:Tidak Hanya Melatih Kesabaran, Ternyata Ini 20 Manfaat Puasa Ramadan Bagi Kesehatan
Lalu Sultan Hamengkubuwana ke VII mengirim KH Ahmad Dahlan kembali ke Makkah dengan tujuan melakukan ibadah haji yang kedua pada tahun 1903-1904.
Keberangkatan KH Ahmad Dahlan melaksanakan ibadah haji itu, biayanya ditanggung sepenuhnya oleh Kesultanan Yogyakarta.
Saat tiba di Makkah, KH Ahmad Dahlan menemui murid Jamaluddin Al-Afghani, Rasyid Ridha untuk menimba ilmu.
Selain itu, beliau juga berguru langsung kepada ulama besar seperti Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawiy yang mempertajam gagasan visionernya.
BACA JUGA:Jelang Ramadan 2024, Simak Niat dan Doa Buka Puasa, Niat Salat Tarawih dan Witir
KH Ahmad Dahlan juga menguasi ilmu falak dan geografi serta astronomi yang menjadi dasar metode hisab.
Beliau terus menyempurnakan ilmu tentang itu setelah belajar kepada Raden Haji Dahlan Semarang, Syekh Jamil Jambek Bukittinggi serta Sayid Usman al-Habsyi Jakarta.
Tahun 18 November 1912 Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta.
Kebetulan saat itu, umat Islam di Yogyakarta dan juga Kesultanan Yogyakarta masih berpegangan pada penghitungan tanggal menggunakan kalender Jawa (Aboge, Alif-Rebo-Wage).
BACA JUGA:Berikut Cara Menjalankan ibadah Puasa Ramadan Bagi Penderita Mag
Kalender Jawa itu perhitungan Jawa yang telah digunakan oleh para wali dan disebarluaskan oleh Raden Rasyid Sayid Kuning.
Dengan penguasaan ilmu hisab dan falak, akhirnya KH Ahmad Dahlan dapat menghitung kapan tanggal tahun Hijriyah terutama pada hari-hari besar Islam yang rutin digelar Kesultanan.
Seperti Grebeg Maulid, Grebeg Syawal, dan Grebeg Besar Iduladha berbeda dengan perhitungan kalender Aboge.
Menurut Ahmad Faizin Karimi dalam bukunya berjudul, Dalam Pemikiran dan Perilaku Politik Kiai Haji Ahmad Dahlan (2012), KH Ahmad Dahlan pun menghadap ke Sultan Hamengkubuwono VII untuk menjelaskan temuannya itu sekaligus meminta izin kepada Sultan, agar Muhammadiyah diperbolehkan berbeda dalam penentuan tanggal perayaan hari-hari besar Islam.
BACA JUGA:6 Keutamaan Puasa Ramadan Bagi Muslim, Siapkan Diri Untuk Sambut Ramadan 2024 dengan Bahagia