Usia Kakak Adik Terlalu Dekat, Benarkah Rawan Sibling Rivalry?
USIA: Umur M Alfa Rizqi Rajendra Wahyudi dengan adiknya Azlan Revindra Putra Wahyudi hanya terpaut 2 tahun.--ARIE/RB
BACA JUGA:Pembangunan Masih Kurang, Gusnan Beri Sinyal Maju Pilkada 2024
Jika jarak usia yang dekat antara kakak dan adik tidak dapat dihindari, dirinya sebagai orang tua harus selalu siap untuk memperlihatkan sikap bijaksana dalam mendukung perkembangan setiap anak.
Ia mengatakan, yang perlu dihindari adalah menggunakan perhatian terhadap adik sebagai alasan untuk tidak memberikan perhatian kepada kakak.
Misalnya, jika kakak ingin bermain tetapi ibu merasa lelah usai pulang bekerja di kantor atau di rumah, sebaiknya ibu tidak menyebutkan hal itu sebagai alasan.
Lebih baik untuk mengkomunikasikan bahwa ibu sedang merasa tidak enak badan.
BACA JUGA:3 Partai Protes Penghitungan Ulang Suara di Bengkulu Tengah
“Hal lain yang perlu dihindari adalah membandingkan kakak dan adik, terutama memberikan label atau panggilan tertentu yang dapat memperburuk perselisihan, seperti "si gendut" atau "si pendek".
Kita sebagai orangtua sebaiknya membandingkan anak dengan dirinya sendiri, misalnya, mencatat perbedaan perilaku anak dari waktu ke waktu, seperti ketika anak mampu makan dengan lahap pagi ini tetapi sulit makan di waktu selanjutnya,” tambah Yunita.
Perselisihan antarsaudara kandung sebenarnya merupakan bagian alami dari dinamika keluarga. Namun, penting untuk mengelola kondisi tersebut dengan baik agar dapat diminimalisasi.
Terlebih lagi, perselisihan antara saudara dalam situasi tertentu bisa memberikan manfaat bagi perkembangan setiap anak.
BACA JUGA:Minggu, KPU Bengkulu Tengah Gelar Penghitungan Ulang Suara Pileg DPRD
Menurutnya, sibling rivalry sebenarnya bisa memberikan manfaat dalam pengembangan identitas diri anak-anak.
Dalam situasi ini, setiap anak belajar untuk memperjuangkan hak-haknya sendiri.
Di saat seperti itu, orangtua memiliki peran yang sangat penting untuk bersikap bijaksana dan mendukung yang benar, bukan yang lemah atau kurang mampu.
“Dengan demikian, anak-anak dapat memahami perbedaan antara yang benar dan yang salah, serta belajar berkompetisi dengan cara yang sehat," singkat Yunita.