Vaksin Rabies Untuk HPR, Hanya Terisa 20 Dosis

VAKSIN : Tim Puskeswan BU saat menyuntikan vaksin Rabies kepada HPR. --

ARGA MAKMUR. HARIANRAKYATBENGKULU.BACAKORAN.CO  - Vaksin Rabies untuk Hewan Penular Rabies (HPR) di Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Peternakan (TPHP) Bengkulu Utara (BU) saat ini hanya tersisa 20 dosis. 

20 Dosis Vaksin Rabies ini merupakan sisa penyaluran yang telah dilakukan Dinas TPHP ke Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) di 19 Kecamatan yang ada di BU. 

"Tahun ini kita ada 2.000 dosis Vaksin Rabies, dari APBD itu ada 1.000 dosis dan APBN ada 1.000 dosis, semua ini sudah kita salurkan ke Puskeswan," ujar Sekretaris Dinas TPHP Juwita Abadi, SP kemarin (22/10).

BACA JUGA:BSI Salurkan Pembiayaan Sindikasi

Di 2023 ini, dikatakan Juwita tidak ada lagi penambahan vaksin Rabies untuk BU. Pengadaan Vaksin Rabies untuk HPR akan kembali dilakukan di 2024 mendatang. 

" Dalam APBD 2024 mendatang kita usulkan di APBD 1.000 dosis dan APBN 1.000 dosis," ucapnya.

2.000 dosis Vaksis HPR sangat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan di Kabupaten BU dalam setiap tahunnya.

BACA JUGA:Jokowi: Tugas Orang Tua Hanya Mendoakan dan Merestui

"Apalagi, biasanya itu ada juga penyaluran dari Provinsi (Vaksin Rabies) jadi sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan," jelasnya.

Sementara itu, berdasarkan catatan di Dinas Kesehatan (Dinkes) BU masyarakat yang terkena Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) sejak Januari hingga awal Oktober sebanyak 200 dan masih mungkin bertambah. Jumlah masyarakat yang terkena GHPR di 2023 ini diperkirakan lebih tinggi dibanding 2022 lalu. Sepanjang 2022 lalu masyarakat yang terkena GHPR di angka 200 orang. 

" Perkiraan kita tahun ini ada peningkatan kasus GPHR ini," ucap Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Ujang Ismail, SKM, M.Ph. 

BACA JUGA:Hari Santri, Momentum Wariskan Semangat Resolusi Jihad

Peningkatan catatan kasus GHPR di BU disebabkan karena pelayanan penanganan masyarakat yang terkena GHPR dapat dilakukan di Puskesmas yang ada di setiap Kecamatan. 

"Kalu sebelumnya harus ke rumah sakit, jadi banyak yang tidak terdata, karana masyarakat yang ada di desa jarang mau berobat langsung ke rumah sakit. Kalau sekarang pengobatan sudah bisa dilakukan di Puskesmas, sehingga semuanya terdata, jadi ada peningkatan," tutupnya. (eng)

 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan