Reaksi Keras atas Serangan Israel ; Putus Hubungan Diplomatik hingga Tarik Duta Besar

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto--

JAKARTA, KORANRB.ID - Tak kunjung ada tanda-tanda gencatan senjata membuat sejumlah negara mengambil sikap tegas terhadap Israel. Bolivia memutuskan hubungan diplomatik dengan negara yang dipimpin Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu itu. Beberapa negara lain juga menarik duta besar mereka di Israel.

 

Bukan kali pertama Bolivia memutus hubungan dengan Israel. Pada 2009, Bolivia melakukan hal serupa setelah terjadi pertempuran berdarah di Jalur Gaza. Saat itu Bolivia dipimpin Presiden Evo Morales. Selama berkuasa, Morales dikenal akan kritik-kritik tajamnya pada Israel.

Namun, hubungan diplomatik dengan Israel terjalin kembali ketika Bolivia dipimpin Presiden Jeanine Anez (2019–2020). Saat ini, presiden Bolivia adalah Luis Arce dari Partai Movimiento al Socialismo. Dia menjabat menteri keuangan ketika Morales berkuasa.

BACA JUGA:Jokowi Kutuk Serangan Israel ke Palestina, Bantuan ke Palestina Dikirim Pekan ini

Pada 2021, Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) menetapkan Hamas sebagai organisasi teroris. OAS terdiri atas 35 negara di Amerika Utara dan Selatan. Nah, kala itu Bolivia merupakan satu dari beberapa negara yang tidak sepakat dengan keputusan tersebut.

’’Kita tak bisa tinggal diam dan membiarkan penderitaan rakyat Palestina,’’ ungkap Presiden Luis Arce pada Selasa (31/10), seperti dikutip The Wall Street Journal.

Kemudian, Selasa malam, Wakil Menteri Luar Negeri Bolivia Freddy Mamani mengumumkan secara resmi keputusan negaranya untuk memutus hubungan diplomatik dengan Israel. Kebijakan itu diambil sebagai penolakan dan kecaman atas serangan militer Israel yang agresif dan tidak proporsional di Jalur Gaza. Bolivia juga bakal mengirim bantuan kemanusiaan ke Palestina.

Pihak Israel pun geram dengan keputusan Bolivia. Mereka menyebut Bolivia patuh pada terorisme dan rezim Ayatollah Ali Khamenei di Iran. Kementerian Luar Negeri Israel juga menyatakan, hubungan dengan Israel tidak berarti apa-apa sejak Arce dilantik sebagai presiden. Dikatakan, memutus hubungan dengan Israel berarti Bolivia bersekutu dengan Hamas.

BACA JUGA:Turki Deklarasikan Israel Penjahat Perang, Staf MER-C Indonesia Sempat Dinyatakan Hilang

Di sisi lain, tekanan terhadap Israel meluas. Beberapa jam setelah Bolivia memutus hubungan diplomatik, negara Amerika Latin lainnya turut menarik duta besarnya dari Israel. Yakni, Cile dan Kolombia. Argentina dan Brasil juga meningkatkan kritik terhadap Israel atas pembunuhan rakyat sipil.

Presiden Cile Gabriel Boric menyatakan, warga sipil yang tidak bersalah adalah korban utama serangan Israel. Namun, pihaknya juga mengutuk serangan dan pembunuhan yang dilakukan Hamas. Sementara itu, Presiden Kolombia Gustavo Petro bersikap lebih blak-blakan mengecam Israel dengan membagikan banyak pesan di media sosial.

’’Ini disebut genosida. Mereka melakukannya untuk mengusir rakyat Palestina dari Gaza dan mengambil alihnya. Kepala negara yang melakukan genosida adalah pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan,’’ bunyi unggahan Petro di X (dulu Twitter).

BACA JUGA:Bom Israel 6 Hari ke Gaza Setara Bom Setahun AS di Afghanistan

Rabu (1/11), giliran Jordania memanggil pulang duta besarnya di Israel. Sebab, Israel dinilai telah membunuh orang tak berdosa dan memicu bencana kemanusiaan di Gaza.

Menteri Luar Negeri Jordania Ayman Al-Safadi mengatakan, kebijakan itu adalah ekspresi penolakan dan kecaman atas perang yang berkecamuk di Gaza. Jordania juga meminta Kementerian Luar Negeri Israel agar tidak mengirim kembali duta besar ke Amman. Sebelumnya, Israel memulangkan sementara Rogel Rachman, duta besar mereka untuk Jordania, karena masalah ancaman keamanan.

 Timur Tengah Kian Mendapat Tekanan Publik

 

Negara-negara Timur Tengah yang sudah atau sedang menormalisasi hubungan dengan Israel belakangan mendapat tekanan. Bukan dari luar, melainkan dalam negeri mereka. Penduduk dan tokoh-tokoh oposisi meminta mereka untuk kembali memutus hubungan dengan Tel Aviv.

 

Reaksi itu menyusul kekejian Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dalam serangan di Jalur Gaza. Sejak perang pecah 7 Oktober lalu, gelombang pengunjuk rasa turun ke jalan untuk memberikan dukungan pada Palestina. Termasuk di Timur Tengah.

Aksi itu juga terjadi di Maroko dan Bahrain, dua negara yang telah menormalisasi hubungan dengan Israel. Sebelumnya, Bahrain hampir tak pernah mengizinkan protes di jalanan. Kini, penduduk diperbolehkan berdemo di depan Kedutaan Besar Israel di Manama. Para aktivis menuntut untuk memutuskan hubungan dengan Israel.

BACA JUGA: Israel Bom 26 Masjid dan 1 Gereja di Gaza

’’Hamas bukan teroris. Ini adalah perlawanan terhadap penjajahan. Bayangkan seseorang memasuki rumah Anda, bagaimana Anda akan bersikap? Tersenyum atau suruh mereka pergi dengan paksa?’’ ujar Abouchitae Moussaif, sekretaris nasional Al Adl Wal Ihsane Maroko, seperti dikutip ABCNews.

Pekan lalu, komite parlemen di Tunisia juga mengajukan rancangan undang-undang (RUU) yang akan mengkriminalisasi normalisasi hubungan dengan Israel. Mesir yang memiliki hubungan dengan Israel selama beberapa dekade pun tak luput dari tekanan publik.

AS menjadi penengah bagi Israel untuk menjalin hubungan dengan negara-negara Arab lewat kesepakatan Abraham Accords. Tujuannya, agar Israel mendapat pengakuan yang lebih luas di dunia Arab, serta membuka jalan bagi kesepakatan perdagangan dan kerja sama militer dengan Bahrain, Maroko, Sudan, dan Uni Emirat Arab yang dimulai pada 2020.

Perjanjian itu menandai kemenangan diplomatik besar bagi Maroko. Sebab, AS dan Israel mengakui otonominya atas Sahara Barat yang disengketakan. Perjanjian itu juga membuat Washington menghapus Sudan dari daftar negara sponsor terorisme sehingga memberikan bantuan bagi junta militer yang berkuasa dalam memerangi gerakan prodemokrasi dan peningkatan inflasi. Nah, sasaran AS saat ini adalah normalisasi hubungan Israel dengan Arab Saudi.

Peneliti senior studi Timur Tengah dan Afrika di Dewan Hubungan Luar Negeri Steven Cook mengungkapkan, kesepakatan yang diharapkan antara Israel dan Arab Saudi jadi semakin kecil karena perang dan protes di seluruh kawasan. ’’Saya pikir dinamika normalisasi ini akan melambat atau terhenti, setidaknya untuk jangka waktu tertentu,’’ ujar Cook.

BACA JUGA:Tipu-tipu Cair Cepat Eks Karyawan Bank, Lebih Enam Korban, Untung Rp 40 Juta

Namun, Jubir Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby punya pendapat lain. Selasa (31/11), dia menyatakan bahwa Riyadh masih tertarik mencapai kesepakatan yang akan menormalisasi hubungan dengan Israel setelah perang di Gaza berakhir.

Rabu (1/11), Menteri Pertahanan Saudi Khalid bin Salman bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken di Washington DC. Mereka membicarakan cara untuk menenangkan situasi di Timur Tengah terkait pertempuran di Gaza.

Menhan Kumpulkan Unsur Pimpinan Tiga Matra TNI

 

Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto mengumpulkan unsur pimpinan tiga matra TNI . Tidak hanya itu, dia turut menghadirkan beberapa purnawirawan seperti Wiranto dan Agum Gumelar. Dalam kesempatan tersebut, Prabowo menyampaikan beberapa hal terkait dengan dinamika geopolitik global. Termasuk diantaranya soal perang yang terjadi di Ukraina dan perang di Gaza, Palestina.

Menurut Prabowo, perang yang terjadi di Ukraina dan Palestina akan berpengaruh kepada Indonesia. Baik secara langsung maupun secara tidak langsung. ”Karena hampir 90 persen rakyat kita adalah muslim,” kata dia saat membuka Simposium Geopolitik Dan Geostrategis Global di kantor Kementerian Pertahanan (Kemhan). Dia yakin peristiwa-peristiwa yang menyangkut dunia Islam pasti mempengaruhi kondisi psikologis masyarakat Indonesia.

BACA JUGA:Mengintip Perdebatan Antara Kaos Bootleg dan Kaos Fake

Terkait kondisi di Palestina, Kemhan bersama kementerian dan lembaga lainnya tengah menyiapkan bantuan kemanusiaan. Kepala Biro Humas Sekretariat Jenderal Kemhan Brigjen TNI Edwin Adrian Sumantha menyampaikan, Wakil Menteri Pertahanan M. Herindra telah bertemu dengan Wakil Menteri Luar Negeri Pahala Nugraha Mansury pada Rabu (1/11). Salah satu isi pembicaraannya adalah tentang kesiapan pengiriman bantuan kemanusiaan untuk masyarakat Palestina,” ujarnya.

Edwin memastikan, bantuan kemanusian yang akan diterbangkan dari Jakarta ke El Arish (Mesir), sudah terkumpul sebanyak 33.103 kilogram atau lebih dari 33 ton. Bantuan tersebut, bukan hanya dari Kemhan dan Kemlu. Ada bantuan dari PMI, Baznas, serta Forum Zakat. ”Berupa alat kesehatan, peralatan medis, hygiene kit, winter equipment, medical assistance, bahan makanan, dan sleeping bag,” terang jenderal bintang satu TNI AD itu.

Sesuai dengan misi kemanusiaan yang sudah disusun oleh TNI, bantuan-bantuan tersebut bakal dikirimkan menggunakan dua unit pesawat C-130 Hercules milik TNI AU. Secara keseluruhan ada 42 kru pesawat dan dua orang perwira menengah TNI dari Kemhan sebagai Liaison Officer (LO). Setelah tiba di Mesir, bantuan tersebut bakal didistribusikan ke Palestina. ”Itu akan dikoordinasikan oleh Kementerian Luar Negeri,” jelasnya.

BACA JUGA:Markup Dana Kegiatan PIID-PEL hingga Rp 323 Juta, ASN Bengkulu Selatan Ditahan

Sementara itu Pimpinan Baznas bidang Pendistribusian Saidah Sakwan secara resmi melepas bantuan kemanusiaan untuk Gaza di Jakarta kemarin. Bantuan yang dilepas memiliki bobot sebanyak 21 ton atau senilai Rp 5 miliar lebih.

"Bantuan ini jadi satu dengan bantuan kemanusiaan pemerintah Indonesia," katanya di kantor Baznas kemarin (2/11). Saidah menargetkan menghimpun bantuan untuk Palestina sebanyak Rp 50 miliar. Saat ini sudah terkumpul Rp 16 miliar. Secara bertahap bantuan itu akan dikirim ke Palestina.

Saidah mengatakan bantuan yang mereka kirim beragam. Diantara adalah kebutuhan pangan seperti mi instan dan sejenisnya. Kemudian juga ada kebutuhan bayi seperti popok. Lalu juga ada kebutuhan ibu-ibu seperti pembalut. Baznas juga mengirim selimut, jaket, dan topi tebal. "Untuk antisipasi musim dingin," jelasnya.

Selain itu juga ada pengiriman obat-obatan dan alat kesehatan. Saidah mengatakan untuk tahapan berikutnya, mereka akan kerjasama dengan Palang Merah Mesir. Mereka akan berbelanja kebutuhan medis di Mesir. Kemudian baru dikirim ke Gaza. Dia berharap pengiriman berjalan lancar.

Di bagian lain dukungan moral juga terus disuarakan untuk perdamaian di Gaza. Rencananya pada Minggu (5/11) nanti akan digelar aksi doa bersama bertajuk Akso Akbar Bela Palestina di Monas. Acara ini digalang MUI serta majelis agama-agama lain yang ada di Indonesia.

BACA JUGA:Diduga Mabuk di Tempat Pesta, Seorang Pria Sekarat Ditikam Teman Sendiri

Ketua MUI M. Cholil Nafis mengatakan serangan Israel ke Gaza sudah melebihi urusa  agama. Tetapi lebih pada kemanusiaan. "Tidak usah soal agama. Lihat orang tidak ngapa-ngapain dibom," jelasnya. Menurutnya Israel kali ini sudah tidak menyasar Hamas saja. Tetapi rakyat secara umum.

Pada konteks dukungan untuk Gaza, dia mengatakan jiwa militansi dan fanatisme positif boleh dilakukan. Bantuan untuk Gaza bisa lewat tangan kekuasaan. Tetapi jika tidak bisa lewat kekuasaan, bisa lewat lisan atau hati. "Aksi Bela Palestina ini bagian dari upaya lewat lisan dan hati. Yaitu doa supaya dunia mendengar sikap bangsa Indonesia," katanya.

Sementara itu, upaya evakuasi WNI di Gaza masih harus tertubda. Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Judha Nugraha menyampaikan, proses evakuasi tujuh warga Indonesia dari Gaza masih terkendala situasi keamanan. Hal ini lantaran WNI tinggal di lokasi pertempuran.

"Kendala saat ini adalah lokasi tempat tinggal para WNI masih terjadi pertempuran, sehingga evakuasi yang aman belum bisa dilakukan," ujarnya. Kendati begitu, ia memastikan dua keluarga WNI yang tinggal di Gaza Utara dan Gaza Selatan, dalam kondisi baik di tengah pertempuran yang terjadi. Kemenlu terus berkomunikasi dengan para WNI tersebut. Termasuk mereka yang enggan okut dalam evakuasi kali ini.

"Komunikasi dengan para WNI terus dilakukan. Kondisi mereka selamat di lokasi masing-masing," ujarnya.

Seperti disampaikan sebelumnya, tercatat 10 WNI yang berada di Gaza. Dari jumlah tersebut, tiga diantaranya yang merupakan relawan MER-C di Rumah Sakit Indonesia (RSI) memutuskan untuk tetap tinggal. Fikri Rofiul Haq, Reza Aldilla Kurniawan, dan Farid Zanzabil Al Ayubi memilih melanjutkan misi kemanusiaan mereka di Gaza.

Sementara itu, ketujuh WNI yang akan dievakuasi terdiri atas dua keluarga WNI. Yakni, keluarga Abdillah Onim dan keluarga Muhammad Hussein beserta anak-anak mereka.

Kemenlu memastikan tim evakuasi telah bersiaga di perbatasan Rafah antara Mesir dan Gaza, sejak Rabu (1/11) sore. KBRI Amman dan KBRI Kairo terus melakukan koordinasi dan komunikasi intensif untuk evakuasi WNI di Gaza. (jpg)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan