KORANRB.ID - Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) melalui skema kemitraan mendapat perhatian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Instansi tersebut melihat amanah yang diberikan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tidak sesuai dengan kondisi lapangan.
Anggota KPPU RI, Rhido Jusmadi mengatakan, pihaknya sedang menggandeng berbagai lembaga pendidikan tinggi serta organisasi masyarakat untuk melahirkan tenaga penyuluh kemitraan UMKM.
KPPU menargetkan setidaknya satu juta penyuluh kemitraan dalam lima tahun ke depan.
“Kami menilai pentingnya kesadaran mengenai kemitraan yang sehat antara UMKM dan perusahaan besar di tanah air. Sebab, kami merasa masih banyak skema kemitraan yang tak adil atau bahkan salah tempat,’’ ungkapnya Selasa 16 April 2024.
BACA JUGA:2025 Tol Bengkulu Lanjut! Bersifat Penugasan Gunakan APBN
Dia menjelaskan, kemitraan UMKM sendiri dirancang agar nantinya nilai manfaat dari industri atau perusahaan besar bisa dirasakan secara domestik.
Sehingga, korporasi diwajibkan menggandeng mitra UMKM dalam melakukan operasional di Indonesia.
Tapi, KPPU merasa banyak praktik kemitraan yang tak adil.
Contoh kasus yang ditemukan adalah skema inti plasma yang dilakukan oleh industri kelapa sawit terhadap petani lokal.
Dia mengatakan bahwa banyak kontrak di mana petani lokal lebih banyak menanggung risiko atau syarat yang sangat berat.
’’Soal pembayaran hasil panen yang tidak langsung. Sehingga, UMKM bakal kesulitan modal ketika barang atau jasa mereka tak dibayar tepat waktu,’’ bebernya.
Oleh karena itu, tenaga penyuluh sangat diperlukan untuk mendidik UMKM yang ingin atau sedang bermitra dengan perusahaan.
BACA JUGA:Lelang Jabatan Eselon II Pemprov Bengkulu, Baru Dimulai, Sudah 5 Pendaftar Gugur
Sehingga, mereka bisa paham tentang prosedur dan skema yang ada. Mereka juga bisa mengadu jika merasa ada kemitraan yang tidak adil.