Ridho mengatakan, saat ini kebanyakan permasalahan terlihat di sektor perkebunan atau perunggasan.
Sebab, volume besar dengan prosedur yang rumit.
’’Di Jatim masih belum kasus yang muncul. Namun, Jatim harusnya juga menjadi perhatian karena populasi UMKM di Jatim juga tinggi,’’ ujarnya.
Kepala Kanwil IV KPPU Dendy Sutrisno menambahkan, kemitraan UMKM di tanah air memang masih bias.
Banyak perusahaan besar melabeli mitra pada hal-hal yang salah. Misalnya, penyuplai UMKM yang disebut mitra padahal hanya beli putus.
BACA JUGA:Wow! Harga Emas Naik Lagi Hari Ini, Berikut Penyebabnya
Banyak juga yang menggandeng “mitra” UMKM yang tidak berkaitan dengan core business.
Misalnya, perusahaan manufaktur bahan konstruksi yang menggandeng UMKM pengrajin kripik tempe.
“Misalnya, pabrik semen ya seharusnya mitranya adalah UMKM penyedia suku cadang atau jasa terkait bisnis utama. Kalau tidak berkaitan itu namanya CSR,’’ tuturnya.
Menurut dia, kemitraan UMKM semangatnya adalah mengembangkan usaha kecil untuk menjadi naik kelas.
Serta, mengembangkan mata rantai lokal untuk semua sektor usaha.
“Sehingga, manfaat yang diperoleh dari proses industri dan bisnis bisa benar-benar terjadi,”katanya.(**)
Data dan Fakta UMKM Indonesia
Kelas menengah : 44.728 usaha
Kelas kecil : 193.959 usaha
Kelas mikro : 63.955.369 usaha