Mengingat status Lebong yang termasuk salah satu daerah rawan bencana, ia meminta BPBD segera melakukan pemetaan ulang titik rawan bencana.
Pemetaan harus dilakukan secara terinci. Mulai dari tingkatan potensi, tingkatan resiko maupun dampak jika bencana itu terjadi.
Termasuk bagaimana langkah yang harus ditempuh agar potensi bencana tersebut bisa diantisipasi sehingga lebih memudahkan Pemkab Lebong dalam penanggulangan bencana.
Baik penanganan pascabencana maupun tindakan antisipasi sebelum terjadi bencana.
Bahkan peta rawan bencana itu bisa dijadikan dasar bagi Pemkab Lebong dalam menentukan arah pembangunan.
Salah satunya kebijakan untuk penetapan kawasan permukiman.
BACA JUGA:Presiden Ingin Perencanaan Kesehatan Daerah Terintegrasi dengan Pusat
Ke depan tidak boleh ada warga yang membangun rumah di lokasi yang masuk zona rawan bencana.
Itu artinya harus ada kesinambungan program pembangunan antara Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang satu dengan OPD lainnya.
Misalnya Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Perhubungan (PUPRHub) saat mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) harus koordinasi ke BPBD.
Jangan sampai saling acuh karena sinkronisasi antar OPD itu sangat penting dalam menunjang realisasi program daerah.
Sementara Kepala BPBD Kabupaten Lebong, Tantomi, SP mengaku memang sudah mengagendakan pendataan ulang titik rawan bencana.
Teknisnya akan dilakukan dalam waktu dekat. Namun jika mengacu ke data lama, total titik rawan bencana di Lebong tidak kurang dari 90 titik.
“Semuanya butuh tindakan antisipasi, misalnya pembangunan bronjong di aliran sungai dan pelapis tebing di titik jalan yang rawan longsor,'' tukas Tantomi.
Begitu juga dengan 93 desa di Kabupaten Lebong diharap optimal menangani bencana yang salah satunya dapat dilakukan dengan menyiapkan diri terdaftar sebagai Desa Tangguh Bencana (Destana).
Soalnya sejauh ini baru ada 2 desa di Kabupaten Lebong yang sudah ditetapkan sebagai Destana.