Pemerintah Dorong Investasi Substitusi Impor Berkelanjutan

Jumat 10 Nov 2023 - 22:38 WIB
Editor : Fazlul Rahman

KORANRB.ID – Perekonomian yang solid salah satunya didukung kinerja yang sangat baik dari sektor industri logam dasar. Termasuk di dalamnya besi dan baja. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, dalam lima tahun terakhir, konsumsi industri besi dan baja nasional hingga 2022 rata-rata 15,62 juta ton/tahun. 

Sedangkan produksinya berkisar 12,46 juta ton/tahun. Dari sisi ekspor, nilainya terus mengalami tren peningkatan dari USD 7,9 miliar pada 2019 menjadi USD 28,5 miliar tahun lalu.

BACA JUGA:Manna Expo jadi Jembatan Masuk Investasi ke BS

“Kita punya domestic market yang besar. Ini sebuah luxury. Punya bahan baku, tenaga kerja, teknologi, market, dan bisa ekspor. Mau minta negara mana lagi yang punya seperti ini. Indonesia juga adalah the largest steel production di ASEAN,’’ ujar Airlangga di Jakarta kemarin (10/11).

Di samping itu, industri baja global mengalami kelebihan kapasitas yang signifikan sehingga mampu berdampak bagi negara tujuan ekspor. Karena itu, Airlangga menyebutkan, pemerintah terus berupaya untuk menjaga capaian perkembangan dan iklim usaha dalam negeri agar tetap dapat bersaing.

BACA JUGA:Nilai Investasi Baru Tercapai Rp 608 Miliar

Investasi untuk menyubstitusi impor produk besi dan baja perlu terus didorong. Khususnya yang menerapkan prinsip berkelanjutan untuk mendukung pencapaian dekarbonisasi. Sebab, industri sektor ini memiliki konsumsi energi yang tinggi sehingga menghasilkan emisi karbon yang tinggi. 

“Pemerintah memberikan dukungan bagi pelaku usaha industri besi dan baja yang menerapkan prinsip berkelanjutan,’’ imbuhnya.

BACA JUGA:2023 Investasi di Bengkulu Utara Capai Rp 100 M lebih, Mayoritas Perkebunan dan Pertambangan

Sementara itu, Chairman The Indonesian & Steel Industry Association (IISIA) A. Purwono Widodo mengatakan, pelaku industri baja perlu mengimpor produk HS 72. Sebab, produksi dalam negeri saat ini 14,4 juta ton masih jauh dari kebutuhan.

”Rata-rata utilitas kapasitas produksi nasional masih rendah, yakni 54 persen,” ujarnya.

Purwono menyebutkan, IISIA memproyeksikan bahwa kebutuhan baja nasional pada 2045 diperkirakan 100 juta ton dengan nilai investasi mencapai USD 100 miliar. Karena itu, dia mendorong pemerintah untuk menjaga iklim investasi industri yang telah berlangsung saat ini.

BACA JUGA:Minat Masyarakat Bengkulu Investasi Pasar Modal, Tinggi

”Investasi yang sudah ada harus dilindungi dari unfair trade yang biasanya dari impor yang dumping,” tambahnya.

Menurut dia, salah satu kendala industri baja nasional adalah tak sedikit produk yang tidak memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) di pasar domestik. Sehingga menurunkan daya saing perusahaan dalam negeri. Purwono pun mendukung langkah Kementerian Perindustrian untuk meningkatkan pengawasan SNI di industri pengguna besi dan baja. 

Kategori :