BACA JUGA:13 Rekomendasi Oleh-oleh Pulang dari Haji dan Umrah Tahun 2024, Salah Satunya Kacang Batu
Dihubungi terpisah, Kepala Subdirektorat Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus Kemenag Suviyanto mengamini, bahwa kebanyakan kasus WNI yang dideportasi dalam kasus dugaan haji non procedural ini menggunakan visa kunjungan ataupun visa ziarah.
Mereka ada yang pergi mandiri namun ada pula yang terjerat rayuan “haji furoda” oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Suviyanto menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, terdapat dua jenis visa haji yang legal.
Yakni, visa haji kuota Indonesia (kuota haji reguler dan haji khusus) dan visa haji Mujamalah (undangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi). Jenis visa yang kedua ini lah yang kemudian populer dengan sebutan haji Furoda.
”Jemaah yang menggunakan visa ini tetap wajib berangkat melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Ketika ada yang berangkat tanpa itu berarti non procedural,” paparnya.
Kuota haji Mujamalah ini, lanjut dia, yang kemudian banyak “dijual” oleh pihak-pihak tak bertanggungjawab.
Masyarakat diiming-imingi berangkat haji tanpa harus antri melalui jalur ini dengan biaya yang fantastis.
”Dengan animo cukup banyak, ini kan pasti iming-iming yang sangat laku untuk dijual. Padahal, ketika dicek itu visa ziarah atau lainnya. Bukan visa Mujamalah.
Lalu, bagaimana masyarakat agar tak terjebak oleh oknum-oknum tersebut? Suviyanto meminta agar masyarakat bisa melakukan pengecekan terlebih dahulu PIHK tersebut memiliki izin atau tidak. Pengecekan bisa dilakukan di laman resmi haji-kemenag.go.id
”Lalu, paling gampang itu cek tiket. Kalau dia tiketnya tidak direct flight atau maksimal 1 kali transit bisa dikatakan mendekati penipuan itu,” jelasnya.
Pasalnya, jika penerbangan dengan banyak transit besar kemungkinan itu salah satu cara menghindari pemeriksaan di bandara. Mengingat saat ini, Saudi tengah memperketat pemeriksaannya pada mereka yang ingin berhaji tapi non procedural.
”Itu ngumpet-ngumpet. Dia transit beberapa tempat untuk mengelabui kedatangan domestiknya saudi,” ungkapnya.
Terakhir, soal harga. Menurutnya, jika haji furoda ditawarkan dengan harga di bawah Rp 145 juta maka besar kemungkinan itu palsu.
"Kami sudah ada portal khusus, bisa untuk pengaduan. Jadi masyarakat bisa cek dulu dengan bertanya,” pungkasnya. (**)