KORANRB.ID - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau melemah sepanjang pekan lalu.
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebutkan, IHSG ditutup pada level 6.970,33 pada perdagangan akhir Mei, yakni Jumat 31 Mei 2024.
Angka tersebut mengalami penurunan 3,48 persen persen selama periode 27 Mei sampai 31 Mei 2024.
Tren pelemahan tersebut disinyalir berasal dari tekanan kebijakan suku bunga yang dilakuan bank sentral Amerika Serikat (The Fed).
Hal itu sejalan dengan adanya depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD yang turut menekan pasar.
BACA JUGA:3 Hari, 80 WNI Diamankan Polisi Arab Saudi, Ini Penyebabnya
Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menjelaskan, selama sepekan ke belakang IHSG dipengaruhi oleh dua sentimen.
Pertama, meningkatnya yield US Treasury yang berdampak pada melemahnya ekspektasi investor akan penurunan suku bunga The Fed pada Juni 2024.
Sentimen yang kedua adanya tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD).
Menyusul adanya tren aliran keluar atau outflow dana asing dari IHSG.
"Prediksinya, IHSG berpeluang menguat terbatas dengan support di angka 6.947 dan resistance di level 7.036 pada pekan ini. Pelaku pasar sendiri menantikan perilisan data inflasi Indonesia dan manufaktur Tiongkok," ujar Herditya, Minggu 2 Juni 2024.
BACA JUGA:Pasar Panorama Tertib, Terminal Tipe C Kembali Beroperasi
Di lain pihak, Tim Riset Pilarmas Investindo Sekuritas dalam kajiannya pada akhir pekan lalu juga menyebutkan bahwa IHSG bergerak pada zona merah yang terseret dari sentimen eksternal.
Disebutkan dari mancanegara, bursa regional Asia bergerak melemah yang tampaknya dipengaruhi sentimen dari kenaikan imbal hasil US Treasury bertenor 10 tahun yang naik hampir 10 basis poin (bps) menjadi 5,54 persen.
Sehingga, pelaku pasar menahan diri masuk ke aset keuangan equity.