KORANRB.ID - Jadi pertanyaan banyak kalangan muslim jelang pelaksanaan perayaan Idul Adha, apakah hewan dengan kondisi patah tanduk dan bertestis 1 tetap boleh dikurbankan?
Untuk menjawabnya lebih jelas, ketahui terlebih dahulu bahwa tak sembarang hewan bisa dikurbankan. Ada syarat yang mesti dipenuhi.
Majelis Ulama Indonesia (MUI), telah memberikan batasan yang jelas terkait hewan kurban.
Terkait waktu, penyembelihan hewan kurban dimulai pada saat usai Salat Idul Adha pada 10 - 13 Dzulhijjah sebelum maghrib.
BACA JUGA:Masih Ada Guru di Bengkulu Tengah Belum Terima TPG Triwulan I, Dinas Dikbud Beri Penjelasan Ini
Dalam kondisi normal, seorang Islam laki-laki yang berkurban disunnahkan untuk menyembelih sendiri atau menyaksikan langsung, jika memungkinkan dan tidak ada udzur syar’i.
Adapun hewan yang menjadi kurban adalah, dalam kondisi sehat, tidak cacat seperti buta, pincang, tidak terlalu kurus, dan tidak dalam keadaan sakit serta cukup umur.
Jika cacat atau sakitnya termasuk kategori ringan seperti pecah tanduknya, atau sakit yang tidak mengurangi kualitas dagingnya maka hewannya memenuhi syarat dan hukum kurban nya sah.
Sedangkan, jika cacat atau sakitnya termasuk kategori berat seperti hewan dalam keadaan terjangkit penyakit yang membahayakan kesehatan, mengurangi kualitas daging, hewan buta yang jelas, pincang yang jelas dan sangat kurus maka hewan kurban tersebut tidak memenuhi syarat dan hukum berkurban dengan hewan tersebut tidak sah.
BACA JUGA:Dampak Psikologis Bagi Anak Pelaku Korupsi, Berhentilah Mulai Sekarang
Ada 4 kondisi hewan cacat ini tidak boleh dikurbankan, hal ini sesuai dengan hadist “Ada empat hewan yang tidak boleh dijadikan kurban: buta sebelah yang jelas butanya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya ketika jalan, dan hewan yang sangat kurus, seperti tidak memiliki sumsum.” (H.R Nasai, Abu Daud dan disahihkan Al-Albani).
1. Hewan buta yang jelas kebutaannya
Jika butanya belum jelas, orang yang melihatnya menilai tidak buta meskipun hakikatnya hewan tersebut tidak bisa melihat, maka boleh dikurbankan.
2. Hewan yang tidak bisa berjalan atau jelas kepincangannya.
3. Hewan yang jelas sakitnya. Jika sakit yang diderita oleh hewan tersebut belum jelas dan terlihat maka dibolehkan.