“DLH Mukomuko ini memiliki kewajiban untuk melalukan penataan, pengawasan bahkan penegakan hukum terhadap perusahaan yang melakukan kejahatan lingkungan hidup. Tentunya kita menginginkan jangan ada upaya pembiaran dalam kasus dugaan pencemaran ini. karena kerusakan ekologis sangat sulit dan membutuhkan waktu yang lama serta dana yang besar untuk diperbaiki,” jelasnya.
Ibrahim menambahkan, merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup.
BACA JUGA:Sampah Jadi Masalah Besar, Kampanyekan Pengolahan Sampah Jadi Barang Bernilai Ekonomis
BACA JUGA:Kapolres Rejang Lebong dan Kepala SPN Berganti, Ini Nama Penggantinya
Akan ada sanksi berat dan denda jika terbukti perusahaan mencemari lingkungan. Pada Pasal 76 UUPPLH mengatur sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.
Sedangkan Pasal 76, Menteri, gubernur, bupati, atau walikota.
Dapat menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha atau kegiatan.
Jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. Sanksi administratif terdiri atas teguran tertulis, Paksaan Pemerintah, Pembekuan izin lingkungan atau Pencabutan izin lingkungan.
BACA JUGA:Tingkat Pendidikan Warga di Bengkulu Tengah Masih Rendah, Didominasi Lulusan SD
“Kami rasa ini jelas, ada kejanggalan dalam perizinan yang dimiliki perusahaan berkaitan dengan lingkungan, maka dari itu melihat situasi tersebut, WALHI Bengkulu mendesak, persoalan dugaan pencemaran udara oleh PT KSM. Pemkab dan Pemprov dapat segera mengevaluasi, dan melakukan audit lingkungan, bahkan pencabutan izin terhadap aktivitas PT KSM serta meminta Pihak APH segera melakukan tindakan penegakan hukum atas kejahatan lingkungan yang dilakukan PTKSM apabila terbukti,” tutupnya.
Sebelumnya, Sukesi (58) warga Desa Tanjung Alai menyampaikan, asap pabrik PT KSM sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Sukesi yang memiliki kebun sawit tepat bersebelahan dengan pabrik. Mengalami sesak napas dan mata pedih ketika memungut berondol buah sawit dan merumput di lokasi tersebut. Sudah belasan tahun seperti ini tanpa ada upaya yang dilakukan untuk mengurangi asap.
“Saya ini baru operasi katarak tidak boleh kena asap. Tapi bagaimana lagi tidak mungkin kami tidak merawat dan memanen hasil kebun ini,”sampainya.
Sukesi mengaku sudah pernah menyampaikan keluhan tersebut kepada pihak PT KSM hanya saja jangankan mendengarkan keritikan masyarakat. Manajemen pimpinan PT KSM ini saja dalam satu tahun bisa tiga sampai empat kali ganti pimpinan.
“Kami berharap ada upaya dari Pemkab Mukomuko, meskipun Pemdes juga pernah menyampaikan keluhan masyarakat namun juga tidak ada perubahan,” tandasnya.