Pertama Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya, yang artinya :
“Para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah, apa itu haji mabrur?’ Rasulullah menjawab, ‘Memberikan makanan dan menebarkan kedamaian.’” Walaupun hadits ini divonis munkar syibhul maudhu’ oleh Abu Hatim dalam kitab Ilal ibn Hatim, tetapi ada riwayat lain yang marfu’ dan memiliki banyak syawahid.
Bahkan divonis Shahihul Isnad oleh Al-Hakim dalam kitab Mustadrak-nya, walaupun Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya. Sebagaimana dikutip Imam Badrudin Al-Aini dalam Umdatul Qari-nya yang artinya : “Rasulullah SAW ditanya tentang haji mabrur. Rasulullah kemudian berkata, ‘Memberikan makanan dan santun dalam berkata.’ Al-Hakim berkata bahwa hadits ini sahih sanadnya tetapi tidak diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.”
BACA JUGA:Penyematan Kata Haji atau Hajjah, Seberapa Pentingkah? Ini Faktanya
BACA JUGA:RUU 26 Daerah di Sumatera Dibawa ke Paripurna DPR RI, Termasuk Bengkulu? Ini daftar Lengkapnya
Dari kedua hadits di atas dapat diambil keseimpulan bahwa sebagian dari tanda mabrurnya haji seseorang ada tiga.
Pertama, santun dalam bertutur kata (thayyibul kalam).
Kedua, menebarkan kedamaian (ifsya’us salam).
Ketiga, memiliki kepedulian sosial yaitu mengenyangkan orang lapar (ith‘amut tha‘am)
Dari tiga ciri ini, bisa disimpulkan bahwa predikat mabrur yang diraih oleh seorang yang telah menjalankan ibadah haji sebenarnya tidak hanya memberikan dampak terhadap kehidupan orang tersebut, melainkan juga berdampak besar kepada sisi sosial di lingkungan orang yang berangkat haji tersebut.
Itulah 3 ciri dari sebagian tanda-tanda mabrurnya haji seseorang.