Punk, skinhead, dan anggota gerakan mod mulai mengenakan sepatu ini sebagai simbol perlawanan dan identitas.
BACA JUGA:Bukan Asal Gaya, Ini 5 Info Penting yang Wajib Anda Ketahui Tentang Kunci Mobil Sistem Keyless
BACA JUGA:Mau Beli Mobil Bekas? Perhatikan 8 Tips Ini Agar Tidak Tertipu Mobil Sulapan
Musisi punk seperti The Clash dan Sex Pistols mengenakan Dr. Martens di atas panggung, yang membantu meningkatkan popularitas dan memperkuat asosiasinya dengan pemberontakan dan individualisme.
Memasuki dekade 1980-an dan 1990-an, Dr. Martens semakin diterima secara luas oleh masyarakat.
Sepatu ini tidak lagi hanya menjadi simbol subkultur tertentu, tetapi mulai diadopsi oleh arus utama fashion.
Desainnya yang ikonik dan fungsional membuatnya tetap relevan, dan kolaborasi dengan berbagai artis dan desainer membantu memperluas daya tariknya.
BACA JUGA:Dana Banpol 2024 Kurang, Kesbangpol Bengkulu Utara Ajukan Penambahan
BACA JUGA:Tidak Selamanya Berwarna Merah! Berikut 7 Fakta Unik Bajing Merah
Pada tahun 1994, Dr. Martens membuka toko flagship di Covent Garden, London, menandai ekspansi komersial yang signifikan.
Pada awal abad ke-21, Dr. Martens menghadapi tantangan dari perubahan tren mode dan pasar global yang semakin kompetitif.
Untuk tetap relevan, merek ini mulai berinovasi dengan memperkenalkan berbagai gaya baru dan berkolaborasi dengan desainer dan merek terkenal seperti Yohji Yamamoto, Raf Simons, dan Supreme. Sepatu ini juga mulai diadopsi oleh generasi baru yang melihatnya sebagai simbol warisan budaya dan gaya yang timeless.
Meskipun berkembang dan berinovasi, Dr. Martens tetap berkomitmen terhadap kualitas pembuatan sepatunya.
BACA JUGA:PGRI Bengkulu Tengah Berharap Pemkab Bangun Gedung Sekretariat
BACA JUGA:PPDB SD Bengkulu Tengah Dimulai, Masih Ada Sekolah Nihil Pendaftar
Pabrik di Inggris yang memproduksi sepatu edisi khusus dan premium tetap mempertahankan teknik pembuatan tradisional dengan jahitan Goodyear.