3. Egoisme dan Narcissisme
Retorika onani sering kali dipicu oleh dorongan untuk memuaskan ego.
Pembicara mungkin terobsesi untuk memperlihatkan kecerdasan atau penguasaan materi tanpa mempertimbangkan apakah apa yang mereka sampaikan benar-benar berguna bagi audiens.
Ini adalah ciri utama narcissisme dalam komunikasi, di mana tujuan utama adalah pengakuan, bukan pemahaman.
4. Penggunaan Kata-kata yang Rumit
Komunikator yang terlibat dalam retorika onani sering menggunakan jargon yang berlebihan atau bahasa yang sangat teknis tanpa penjelasan yang memadai.
Hal ini dilakukan bukan untuk memberikan kejelasan atau konteks tambahan, tetapi lebih untuk menonjolkan kepandaian mereka. Dalam banyak kasus, hal ini hanya membuat komunikasi menjadi kabur dan tidak efektif.
BACA JUGA:Bersuara seperti Peluit! Berikut 5 Fakta Unik Katak Spring Peeper
BACA JUGA:7 Provinsi yang Memiliki Anak Muda Paling Gabut Terbanyak
5. Kurangnya Tujuan Nyata
Dalam komunikasi yang sehat, ada tujuan yang jelas, baik itu menyampaikan informasi, membujuk, atau membangun pemahaman bersama.
Namun, dalam retorika onani, tujuan komunikasi sering kali kabur. Pembicara mungkin terjebak dalam monolog panjang yang tidak memiliki arah jelas atau manfaat praktis bagi audiens.
Dampak Negatif Retorika Onani dalam Komunikasi
Retorika onani tidak hanya tidak efektif, tetapi juga dapat merusak dinamika komunikasi. Beberapa dampak negatif yang ditimbulkan antara lain:
1. Membuat Audiens Merasa Terasing
Audiens yang tidak bisa mengikuti atau merasa bahwa mereka sedang dipinggirkan oleh pembicara mungkin merasa frustasi atau terasing.