Alih-alih menciptakan keterlibatan, retorika onani membuat audiens merasa seperti orang luar yang tidak memiliki kontribusi dalam percakapan.
2. Menghambat Pemahaman
Karena retorika onani berfokus pada memamerkan keunggulan intelektual, pesan inti sering kali hilang. Audiens mungkin kesulitan memahami apa yang sebenarnya disampaikan, dan akibatnya, tujuan komunikasi tidak tercapai.
BACA JUGA:Pemerintah Pusat Siapkan Rp 2,8 Triliun Gelontorkan Bangun Dan Renovasi Stadion Selama 2024
BACA JUGA:Kodok Kecil Asli Indonesia! Berikut 5 Fakta Unik Kodok Hasselt
Bukannya mendapatkan pengetahuan baru atau perspektif yang lebih jelas, audiens justru menjadi bingung.
3. Menghilangkan Potensi Diskusi Konstruktif
Dalam konteks diskusi atau debat, retorika onani sering kali menghambat pertukaran ide yang sehat. Jika salah satu pihak terlalu fokus pada mempertahankan citra cerdas mereka, dialog sejati akan sulit terwujud. Akibatnya, perdebatan tidak menghasilkan pemahaman baru atau solusi nyata.
4. Menciptakan Kesan Arogan
Individu yang sering menggunakan retorika onani dalam komunikasinya cenderung dipandang sebagai arogan.
Ini karena mereka terlihat lebih tertarik pada penampilan diri mereka sendiri daripada pada bagaimana orang lain menerima atau memahami pesan mereka. Kesan ini dapat merusak reputasi pembicara di mata orang lain.
Cara Menghindari Retorika Onani
Menghindari retorika onani memerlukan kesadaran dan kemauan untuk berkomunikasi secara efektif dan dengan tujuan yang jelas. Beberapa langkah yang bisa diambil untuk menghindari gaya komunikasi ini antara lain:
1. Fokus pada Audiens
Komunikasi yang baik selalu melibatkan pemahaman terhadap audiens. Sebelum berbicara atau menulis, pikirkan siapa yang akan menerima pesan Anda dan bagaimana cara terbaik untuk menyampaikan pesan tersebut agar mudah dipahami dan diterima.
BACA JUGA:Usai Tampil di Bengkulu Selatan, Tipe -X Bakal Rilis Album Baru, Launching Saat HUT ke 30