Suasana alam yang mendukung perenungan menjadi elemen penting dalam pengalaman mereka.
2. Ekspresi Melalui Seni: Banyak dari anak senja yang mengekspresikan diri melalui seni, baik itu menulis puisi, membuat lagu, atau mengambil foto-foto dengan nuansa estetis. Senja menjadi inspirasi utama dalam karya-karya mereka, di mana tema-tema seperti kerinduan, kesendirian, dan refleksi diri sering muncul.
BACA JUGA:Hingga 2029, Kementerian PUPR Akan Bangun Jalan Tol Baru Sepanjang 2.300 Km
BACA JUGA:Jika Lakukan Ini, Timnas Indonesia Berpeluang Lolos ke Putaran Final Piala Dunia 2026
3. *Romantisisme dan Melankolia: Ada kecenderungan di kalangan anak senja untuk mengaitkan suasana senja dengan perasaan romantis dan melankolis. Hal ini terlihat dari banyaknya kutipan atau ungkapan yang menggambarkan perasaan rindu, patah hati, atau kebahagiaan yang sederhana dalam ketenangan senja.
4. *Kepekaan Sosial dan Lingkungan*: Fenomena anak senja juga sering dihubungkan dengan kesadaran sosial dan lingkungan. Mereka cenderung mendukung gerakan-gerakan yang berhubungan dengan pelestarian alam, serta memiliki kepekaan terhadap isu-isu sosial yang ada di sekitar mereka.
Media sosial memiliki peran yang sangat besar dalam berkembangnya fenomena anak senja. Platform seperti Instagram dan Twitter menjadi sarana bagi anak senja untuk mengekspresikan diri dan berbagi pengalaman senja mereka.
Gambar senja yang diambil dengan filter dramatis atau unggahan kata-kata puitis sering kali menjadi viral dan diikuti oleh banyak orang. Hashtag seperti #anaksenja, #sajaksenja, atau #senjaindah menjadi tagar populer yang memperkuat fenomena ini di kalangan anak muda.
BACA JUGA:Terancam Punah! Berikut 5 Fakta Unik Kiwikiu, Endemik Pulau Maui
BACA JUGA:Nekat Lompat dari Mobil Polisi, Bapak Pemerkosa Anak Kandung Didor Polisi
Tidak hanya itu, media sosial juga membantu anak senja membentuk komunitas. Melalui unggahan, mereka dapat saling berinteraksi, berbagi cerita, dan menemukan orang-orang dengan minat yang sama. Hal ini menciptakan rasa kebersamaan meskipun mungkin mereka berada di lokasi yang berbeda.
Namun, pengaruh media sosial juga menimbulkan beberapa kritik. Banyak yang berpendapat bahwa fenomena anak senja telah menjadi "tren instan" yang kehilangan esensinya.
Sebagian orang mulai menggunakan citra senja hanya untuk mendapatkan pengakuan sosial atau pengikut di media sosial, tanpa benar-benar merasakan keintiman emosional yang seharusnya melekat pada momen tersebut.
Fenomena ini kemudian memunculkan istilah “senja-senjaan” yang merujuk pada orang-orang yang dianggap memanfaatkan tren senja demi popularitas.
Dari perspektif psikologis, fenomena anak senja dapat dilihat sebagai bagian dari pencarian identitas di kalangan anak muda. Masa remaja dan dewasa muda adalah periode di mana individu sering kali mencari cara untuk mengekspresikan diri dan memahami dunia di sekitar mereka. Senja, dengan simbolisme transisinya, menjadi metafora yang kuat bagi proses ini.
BACA JUGA:6 Rekomendasi Tempat Nongkrong yang Bikin Nyaman di Kota Bengkulu