Selain itu diantara tempayan-tempayan ini ada juga yang berisi belincung dan beliung persegi, dengan ukuran panjang 6 cm - 11 cm. Di lokasi sekitar juga ditemukan menhir yang terbuat dari batu vulkanis, berukuran tinggi 112 cm, lebar bagian bawah 23 cm, lebar bagian atas 10 cm dan tebal 17 cm.
Pada menhir ini juga terdapat hiasan berupa pahatan ikan. Pada tahun yang sama situs kubur tempayan ini juga telah dilakukan survey dan penggalian oleh tim penelitian kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya Kota Jambi, dengan menemukan 19 buah tempayan. Pada temuan tersebut, sebagian besar dalam kondisi fragmentaris dan temuan beliung serta belincung persegi yang telah disimpan berjumlah 9 buah.
Disebutkan, dengan memperhatikan persebaran tempayan kubur yang ada di wilayah Bengkulu, menimbulkan permasalahan tentang potensi tinggalan tempayan kubur dan adanya praktek penguburan dengan menggunakan tempayan di daerah perbukitan.
Dengan adanya temuan tempayan kubur di daerah Kepahiang menimbulkan pertanyaan, bagaimanakah sistem penguburan masa megalitik yang ada di situs Tebat Monok.
Selain itu, bisa diteliti lebih jauh apakah tempayan kubur di Desa Tebat Monok ini menunjukkan adanya persamaan atau adakah perbedaan pola penguburannya dengan temuan tempayan kubur sejenis di situs Padang Sepan, Kabupaten Bengkulu Utara.
BACA JUGA:Barong Landong, Warisan Budaya Bengkulu yang Sempat Hilang dan Terlupakan
Penelitian tempayan kubur di lokasi situs Tebatmonok, Kab. Kepahiang telah memberikan beberapa data arkeologi yang cukup penting bagi keberadaan kubur – kubur tempayan di wilayah prov. Bengkulu.
Hasil temuan pada tiap-tiap lokasi penelitian memberikan gambaran bahwa kawasan ini pernah dijadikan tempat permukiman pada masa lalu. Salah satu variabel permukiman tersebut adalah tempat penguburannya.
Selain hal itu beberapa data artefaktual telah ditemukan batu susun tiga, yang biasanya dikaitkan dengan sarana pemujaan tapi karena letaknya di areal tempayan kubur. Maka ada kemungkinan sarana pemujaan ini dapat dikaitkan dengan penguburan.
Keberadaan tempayan dan wadah-wadah gerabah dalam penguburan prasejarah adalah sebagai perlengkapan upacara yang berkaitan dengan penguburan orang mati. Sebagai perlengkapan upacara penguburan orang mati, gerabah ada yang digunakan sebagai bekal kubur dan ada yang digunakan sebagai wadah kubur.
Sebagai bekal kubur berfungsi sebagai harta benda orang yang mati untuk bekal melanjutkan kehidupan di alam arwah. Gerabah sebagai wadah kubur berfungsi sebagai wadah mayat agar arwah orang yang mati tidak kembali lagi ke dunia.
Pemberian bekal kubur gerabah di situs Tebat Monok ini ternyata tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan situs-situs sejenis bahkan ada kecenderungan adanya persamaan seperti di situs Muarapayang, Kunduran, Muarabetung, di situs Bayung lincir dan situs di kabupaten Merangin.
Namun dengan ditemukannya kerangka pada penelitian ini dengan posisi rangka menghadap kearah Utara-Selatan dan posisi kepala menghadap ke arah Barat dan pada bagian permukaan tanah di areal kubur terdapat batu tegak sebagai nisan. Hal ini menunjukkan adanya akulturasi budaya antara penguburan masa prasejarah dan masa Islam.
BACA JUGA:Ratu Samban, Pahlawan dari Bengkulu Utara, Ini Sejarahnya
Berangkat dari data-data yang telah terkumpul di atas menunjukkan bahwa keberadaan tempayan kubur di situs Tebat- monok menunjukkan komunitas masyarakat yang menempati wilayah ini dulunya bercorak tradisi megalitik
2. Makam Zaman Batu di Suro Muncar Ujan Mas