SELUMA, KORANRB.ID - Ratusan warga Kabupaten Seluma yang tergabung dalam koalisi rakyat pesisir barat (KRPB) melakukan aksi unjuk rasa pada Sabtu 13 Januari 2024 sejak pukul 13.30 WIB.
Dalam aksi yang berlangsung di Simpang Enam Tais ini dipimpin oleh Mantan Kades Pasar Seluma, Hertoni didampingi Korlap, Zehmi dan warga Seluma Anton Suprianto.
BACA JUGA:Diwarning KPK, Izin 150 Tambang Mineral Tuntas
Dari pantauan RB dilokasi, tampak masyarakat mulai berbondong bondong mendatangi kawasan Simpang Enam Tais sembari membawa beberapa spanduk berisikan penolakan terhadap aktifitas perusahaan tambang di Desa Pasar Seluma yang dianggap merugikan masyarakat pesisir.
Kegiatan ini juga dikawan oleh Sat Lantas Polres Seluma agar arus lalulintas dapat dikontrol dan tidak terjadi kemacetan. Dalam penyampaiannya Zehmi mengatakan bahwa aksi ini dilakukan bertepatan dengan Hari HAM Nelayan dan Masyarakat Sipil.
Maka dari itu momen ini sangat tepat untuk menyampaikan kepada seluruh khalayak bahwa ketidakadilan pada nelayan masih ada dan sangat nyata.
BACA JUGA:Terkesan Dibiarkan, Tambang Emas Liar di Lebong Terus Menjamur
"Kami warga pesisir barat menuntut agar pemerintahan baik Kabupaten Seluma hingga pusat untuk dapat memperhatikan hak kami, karena keberadaan tambang pasir besi memiliki dampak buruk bagi masyarakat pesisir,"tegas Zehmi.
Selain itu juga Zehmi menegaskan bahwa masyarakat akan terus konsisten melakukan aksi serupa hingga perusahaaan tambang pasir besi yang berada di Desa Pasar Seluma tetap beroperasi. Zehmi mengungkapkan bahwa memang saat ini perusahaan tersebut sedang berhenti karena mesinnya rusak, namun jika lengah maka bisa saja nantinya diam diam alat tersebut dioperasikan jika masyarakat lengah.
BACA JUGA:2023 Investasi di Bengkulu Utara Capai Rp 100 M lebih, Mayoritas Perkebunan dan Pertambangan
"Kami tidak akan berhenti melakukan aksi jika perusahaan tersebut masih ada, dengan adanya tambang tersebut maka kami menegaskan bahwa kami tidak percaya pemerintah hingga perusahaan tersebut angkat kaki,"ujar Zehmi.
Untuk diketahui, konflik antara masyarakat dan perusahaan tambang pasir besi sudah sejak lama terjadi, bahkan pada 2023 lalu warga menutup akses pintu masuk ke perusahaan tambang pasir besi milik PT. Faminglevto Baktiabadi ( FLBA ) pada Kamis sore (6/7). Hal ini dilakukan karena perusahaan PT. FLBA hingga saat ini diduga belum melengkapi perizinan, namun diam diam sudah sering beroperasi di Desa tersebut.
"Meskipun perizinan sudah ada, masyarakat akan tetap terus menolak, karena dengan adanya keberadaan tambang pasir besi maka akan berdampak buruk terhadap masyarakat sekitar, mulai dari ancaman abrasi hingga menghilangnya mata pencaharian seperti beremis dan menangkap ikan,"tegas Hertoni. (zzz)