Ancaman erosi di kawasan bekas galian tambang batu bara karena sistem penggalian yang dilakukan.
Penggalian yang dilakukan puluhan bahkan ratusan meter dalam waktu yang dekat membuat permukaan dinding tanah masih sangat gembur.
Ditanami tanaman yang tidak memiliki akar kuat akan mudah menyebabkan abrasi atau erosi terutama saat musim hujan.
Oleh sebab itulah tanaman pangan non beras bisa digunakan atau ditanam di lokasi bekas tambang batu bara.
BACA JUGA:Disperindag Awasi Pangkalan, Terima Aduan Penyaluran Gas LPG 3 Kg
Hanya saja tidak bisa langsung ditanami, melainkan harus ditanami tanaman tersebut setidaknya selama dua tahun setelah tambang batu bara tidak lagi digunakan.
Ini dalam rangka menetralkan tanah dari zat-zat kimia yang terkandung dari batu bara yang muncul akibat kedalaman penggalian.
Itupun harus dilakukan pengujian kualitas dan zat yang terkandung dalam tanah lebih dulu.
Hal ini merupakan catatan penting bagi masyarakat yang tinggal di kawasan pertambangan batu bara yang kerap menemukan lubang-lubang pasca tambang.
Provinsi Bengkulu memiliki potensi batu bara yang sangat besar. Provinsi Bengkulu hanya berada di bawah Provinsi Sumatera Selatan dalam hal produksi batu bara.
Setidaknya, sepanjang 2022 Provinsi Bengkulu menghasilkan 3,6 juta ton batu bara dalam setahun.
Jumlah tersebut menurun dibandingkan 2019-2020, dimana harga jumlah produksi sangat besar lantaran harga batu bara lebih tinggi dan belum berdampak menurunnya ekonomi akibat Covid-19.
BACA JUGA:PTN BH Bukan Komersialisasi, Muncul Usul Subsidi Silang Melalui Biaya Kuliah Tunggal
Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu merupakan daerah yang memiliki kawasan pertambangan batu bara terbanyak.
Daerah kecamatan yang memiliki kawasan pertambangan yang besar adalah Kecamatan Pinang Raya, Napal Putih dan Ulok kupai.
Dengan masuk dalam kawasan yang tinggi aktivitas pertambangan batu bara, daerah-daerah tersebut juga memiliki kawasan pertanian sawah yang rendah.