BACA JUGA:7 Pohon Terkenal Jadi Sarang Kuntilanak, Salah Satunya Adalah Pohon Beringin
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu, Heru Subekti menanggapi adanya nama baru dalam perkara ini.
“Terungkapnya nama baru di perkara ini. Tentunya ini fakta persidangan, adanya nama baru yang muncul. Bahwa berdasarkan keterangan terdakwa, dibalik terdakwa ini ada nama Roni selaku pemilik modal,” tutur Heru.
Dikatakan Heru, dengan adanya fakta baru dipersidangan perkara dugaan Korupsi revitalisasi dan pembangunan Asrama Haji Bengkulu tahun anggaran 2020-2021, pihaknya akan melakukan penyelidikan lebih lanjut dengan nama yang disebut-sebut terdakwa didalam persidangan.
“Tentunya dengan ada fakta baru ini, kita akan melakukan pengembangan dan akan kita sesuaikan dengan hasil persidangan,” ujarnya.
Untuk diketahui, para terdakwa didakwa JPU dengan pasal berlapis, dakwaa primair Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang Inonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sabsssimans telah diubah dengan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentarg Perubahan Atas Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo Pasal 55 ayat (1) ke - 1 Kitab Undang - Undang Hukum Pidana.
Dalam penyidikan proyek revitalisasi Asrama Haji ini berfokus pada ketidak benaran pada saat putus kontrak.
Yang bermasalah terkait putus kontrak dalam pengerjaan oleh kontraktor pertama yakni PT. BKN.
BACA JUGA: Logistik Pemilu Tiba di Enggano Pekan Ini, 20 Februari Dikirim Lagi ke Arga Makmur
Dari putus kontrak tersebut ditemukan selisih atau pada saat itu dinamakan kelebihan bayar. Realisasi keuangan negara berbeda dengan realisasi fisik.
Sehingga terhadap adanya selisih pekerjaan yang tidak sesuai dengan kenyataan itu tentu timbul kerugian negara.
Pasalnya jaminan uang muka dan jaminan uang pelaksanaan senilai Rp 3,8 miliar yang seharusnya dikembalikan oleh Jasa Asuransi Indonesia (Jasindo) serta PT. BKN, diduga belum dikembalikan.
Sebelum naik penyidikan, kasus ini sudah sempat ditangani JPN Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejati Bengkulu. Hingga kemudian dilimpahkan ke Bidang Pidsus Kejati Bengkulu. Diketahui sumber dana proyek ini berasal dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
Dimana akibat menyebabkan timbulnya kerugian negara sebesar Rp1,2 miliar lebih. Namun kerugian negara itu sudah dikembalikan sebesar Rp 798 juta yang dititikan kepada JPU.