Bahkan ia pernah terjun langsung ke media televisi SCTV, RCTI dan beberapa televisi swasta lainnya hingga tahun 2009.
Pria kelahiran Lumajang, Jawa Timur, 29 Juni 1976 mengaku sejak muda dirinya ingin membuat karya bermutu sekaligus kritis.
Kekritisannya sebagai jurnalis membuat Dandhy kerap mendapat serangan dari berbagai pihak yang dikritisi melalui karya jurnalistiknya.
Bahkan selain diancam, Dandhy Laksono yang juga terkenal sebagai aktivis ini pernah ditangkap Polda Metro Jaya pada tahun 2019 karena dugaan ujaran kebencian.
Dia dijerat Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Saat itu, Dandhy mencuit terkait peristiwa di Papua dan Wamena pada September 2019.
BACA JUGA:Maret, PIP Siswa Madrasah Ditargetkan Cair, Ini Kriteria Penerimanya
BACA JUGA:7 Segmen di Pantai Panjang Ini Pedagang Dilarang Berjualan, Ini Rinciannya!
Ternyata selain Sexy Killers dan Derty Vote, Dhandhy Laksono juga pernah membuat film dokumenter yang tak kalah kontroversialnya. Mengangkat isu-isu lokal namun sensitif dan berdaya jangkau nasional.
Untuk membikin film dokumenter terkait isu lokal, Dhandy Laksono sampai harus melakukan perjalanan ke daerah-daerah pedalaman.
Ekspedisi biru, itu sebutan perjalanan ke daerah pedalaman Indonesia yang dilakukan Dhandhy Laksono, menelisik isu-isu energi, ekonomi mikro, kearifan lokal, dan sosial-budaya.
Dari perjalanan itulah ia menghasilkan beberapa film dokumenter pendek yang jarang dilaporkan media secara mendalam.
Dari sini pula, Dandhy Laksono yang sebelumnya hanya dikenal sebagai jurnalis radio dan televisi, terkenal sebagai pembuat film documenter lokal.
Kembali ke soal film Dirty Vote, mengungkap fakta di balik kecurangan pemilu 2024 yang menghadirkan 3 dosen sekaligus pakar hukum sebagai pemeran utama.
Mereka Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar, yang menyampaikan sejumlah data dan bukti kecurangan di Pilpres 2024.
Dirty Vote itu memaparkan indikasi relasi kebijakan dan instrumen kekuasaan dalam upaya pemenangan terhadap pasangan calon capres-cawapres tertentu.
Film berdurasi 1 jam 57 menit itu dirilis pukul 11.11 WIB, Minggu 11 Februari 2024. Tiga pakar hukum bergantian menjelaskan berbagai upaya sistematis penguasa dalam memenangi Pemilu 2024.