Indikator perekonomian menunjukkan pertumbuhan ekonomi termoderasi di beberapa negara, khususnya di negara Uni Eropa dan Tiongkok.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi mendorong inflasi turun mendekati target inflasi sehingga memberikan ruang bagi bank sentral untuk lebih akomodatif.
Di AS, The Fed mengisyaratkan akan menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 75 bps di 2024 dengan pasar menilai ekonomi AS masih cukup resilient dan diperkirakan tidak akan mengalami resesi.
Namun demikian, pasar masih mencermati perkembangan geopolitik ke depan.
Seperti eskalasi ketegangan di laut merah imbas dari konflik Timur Tengah.
Serta penyelenggaraan pemilihan umum sepanjang tahun 2024 yang mencakup 50 persen populasi dunia.
Terutama di beberapa negara utama seperti AS, Uni Eropa, India, dan Taiwan serta pemulihan ekonomi Tiongkok.
BACA JUGA:Realisasi APBD Provinsi Bengkulu Tahun 2024 Telat, Ini Penyebabnya!
Secara umum sentimen di pasar keuangan global cenderung positif sejak Desember 2023 didukung oleh ekspektasi penurunan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) dan perkiraan soft landing di AS.
Sehingga mendorong kembalinya aliran dana masuk ke Emerging Markets (EM).
Hal itu menjadi penopang penguatan pasar keuangan global, termasuk pasar keuangan Indonesia.
Volatilitas baik di pasar saham, surat utang, maupun nilai tukar juga terpantau menurun.
Di domestik, leading indicators perekonomian nasional masih cukup positif.
Di antaranya ditunjukkan oleh neraca perdagangan yang masih surplus dan PMI Manufaktur yang masih ekspansif.
Tingkat inflasi juga terjaga rendah pada tahun 2023 di level 2,61 persen yoy.
BACA JUGA: TPS di 2 Kabupaten dan Kota PSU, 2 KPU Sidang Administrasi, Eko: Ada Dugaan Pelanggaran