JPU meyakini, kedua terdakwa melanggar dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sekedar mengulas, pada persidangan 23 Januari 2024, terungkap nama baru berinisial RO.
Diduga aktor utama dalam pelaksanaan proyek revitalisasi dan pembangunan Asrama Haji Bengkulu tahun anggaran 2020-2021.
Nama baru ini disebut-sebut terdakwa Suharyanto pada persidangan agenda pemeriksaan terdakwa.
Suharyanto mengaku bekerja untuk RO selaku pemilik Perusahan PT. Lautan Bumi Lestari (LBL).
Karena, PT. LBL tidak bisa mengikuti tender proyek maka RO meminjam bendera dari PT. BKN untuk memenangkan tender proyek revitalisasi dan pembangunan Asrama Haji Bengkulu tahun anggaran 2020-2021.
Sekaligus, mengakat terdakwa Suharyanto sebagai Direktur Cabang PT. BKN di Bengkulu.
“Perusahaan si RO tidak memumpuni untuk mengikut tender Asrama haji.
Maka si RO meminta Panca untuk mencari bendera. Maka dapatlah bendera PT BKN.
Saya itu cuma pekerja lapangan saja. Saya digaji Rp6 juta satu bulan,” nyanyian terdakwa Suharyanto dimuka persidangan.
Masih keterangan terdakwa Suharyanto, dirinya menyebut bahwa terdakwa Panca Saudara yang selama diduga sebagai makelar dalam Perkara ini, ternyata setera dengan RO.
Bahkan, Suharyanto menyebut bahwa terdakwa Panca memiliki lima perusahaan.
“Saudara Panca itu setara sama RO. Dia (terdakwa Panca Saudara, red) yang memberi uang bukan saya melainkan Pak RO (nama yang disebut terdakwa sebagai atasannya, red),” terang terdakwa.
Lebih jelas disampaikan terdakwa Suharyanto, RO yang mengelola semua keuangan proyek Asrama Haji. Dirinya, hanya sebagai prantara.