Namun, hal tersebut menurutnya kurang cukup maksimal dalam mengubah pola pikir orang Bengkulu.
Untuk mengakui bahwa Provinsi Bengkulu dan masyarakat yang ada di Bengkulu itu juga memiliki kemampuan dan keunggulan.
"Kenapa muncul stigma negatif itu, itu cukup panjang sebagaimana usia Provinsi Bengkulu yang saat ini hampir 56 tahun. Untuk mengubah ini, memang betul-betul membutuhkan waktu sekitar 50-60 tahun juga sebenarnya. Nah, dengan cara media dan metode ini, diharapkan stigma hilang dengan lebih cepat," imbuhnya.
Ia juga memaparkan, buku Bengkulu Hebat ini berbeda dengan buku-buki lain yang pernah ia tulis. Karena di dalam buku Bengkulu Hebat ini, potensi dan keunggulan Bengkulu ditulis lebih spesifik.
Seperti halnya keaneka ragaman Sumber Daya Alam Bengkulu yang bercerita bahwa Bengkulu memiliki Rafflesia, Danau Dendam, Hutan Tropis, tambang, dan lainnya.
Dari sisi budaya, ia mengulas tentang Tabot dan sebagainya.
Sementara untuk produk alam, dirinya membahas tentang kopi Bengkulu.
Bahkan juga cerita tentang Enggano dan Bengkulu.
"Di buku Bengkulu Hebat, justru merangkum itu. Baik dari keanekaragaman hayatinya, letak geografisnya, kekayaan budayanya, keseniannya, ternyata memang kesimpulannya hebat kita ini," tuturnya bangga.
Meski begitu, Provinsi Bengkulu ini di hadapkan dengan sebuah stigma dan stereotipe yang sangat melekat dikalangan orang Bengkulu.
Tentang bagaimana masyarakat Bengkulu yang kurang percaya diri dengan Provinsi ini sehingga kurang dikenal. Bahkan, bukan menonjolkan apa yang membuat Bengkulu semakin dikenal.
"Justru orang lain bisa melihat, oh ternyata di beberapa momen-momen besar itu orang ada keterlibatan orang Bengkulu," ujarnya.
Lebih jauh, simpelnya seperti mendorong Bung Karno untuk membacakan Proklamasi itu adalah Ibu Fatmawati, Putri Bengkulu, yang merupakan penjahit Bendera Merah Putih pertama yang dikibarkan pada 17 Agustus 1945 usai dilakukan Proklamasi.
Ibu Fatmawati bahkan memberikan spirit semangat itu.
"Sekali lagi itu pentingnya literasi. Karena ketika literasinya itu baik, pola pikir masyarakatnya maju. Saya punya keyakinan betul, masyarakat bisa maju," demikian Rohidin.
Sementara itu, salah satu narasumber atau penanggap 2 dalam pelaksanaan bedah buku tersebut, yakni Dwi Laily Sukmawati, S.Pd, M.Hum yang merupakan Kepala Kantor Bahasa Provinsi Bengkulu, mengapresiasi Rohidin karena sudah menulis hingga 11 buku.