Faktor musiman bulan Ramadan dan Hari Raya Idulfitri mendatang juga mendukung naiknya optimisme para pelaku industri, terutama di subsektor industri makanan dan minuman, pakaian jadi, serta kendaraan bermotor.
“Sehingga kami memprediksi IKI pada Maret 2024 akan meningkat dibandingkan Februari 2024,” imbuhnya.
Kondisi umum kegiatan usaha di bulan Februari 2024 lebih baik dibanding bulan Januari 2024.
Hal ini dilihat dari persentase responden yang menjawab kondisi usahanya meningkat naik dari 30,1% menjadi 31,7%, atau responden yang menjawab meningkat dan stabil naik dari 76,4% menjadi 76,8%.
Demikian juga dengan optimisme pelaku usaha 6 (enam) bulan ke depan juga sangat baik, naik lagi dari 67,6% pada Januari 2024 menjadi 71,0% di Februari.
Level pesimisme juga turun, dari 10,6% di bulan sebelumnya menjadi hanya 7,9%.
BACA JUGA:Pembebasan Pajak Impor Membuat Harga Kendaraan Listrik Menjadi Terjangkau
Nilai ini menunjukan persepsi terbaik sejak IKI dirilis.
Jumlah subsektor industri yang mengalami ekspansi menjadi 17 subsektor dengan kontribusi terhadap PDB triwulan IV - 2023 sebesar 87,91%.
Nilai IKI terbesar atau ekspansi terbesar masih dialami oleh industri minuman, disusul oleh subsektor industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki, industri makanan, industri barang galian bukan logam, dan industri farmasi, obat kimia dan tradisional.
Apabila dilihat dari variabel pembentuk IKI, peningkatan nilai IKI berasal dari peningkatan variabel persediaan produk (3,48 poin) dan pesanan baru (0,97 poin).
Adapun variabel produksi mengalami penurunan hingga pada 50,45 (turun 3,23 poin), meskipun masih pada level ekspansi.
Kondisi ini menggambarkan bahwa industri pengolahan nonmigas pada bulan Februari masih menghabiskan hasil produksi periode sebelumnya.
Lebih lanjut, Febri menjelaskan beberapa subsektor yang mengalami penurunan produksi yang signifikan yaitu subsektor industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki; industri minuman; industri pengolahan tembakau; industri karet, barang karet dan plastik; industri makanan; industri barang logam bukan mesin; industri pakaian jadi; industri kendaraan bermotor, trailer; industri farmasi, obat kimia dan tradisional, dan seterusnya.
“Penurunan aktivitas produksi ini mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja industri,” jelas Febri.
BACA JUGA:HUT Ke-52 Basarnas, Wagub Bengkulu Sebut Basarnas Ujung Tombak Pertolongan, Ini Capaiannya