Puan: Gibran Sudah Pamit
Ketua DPP PDIP Puan Maharani menyapa ribuan pendukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Surabaya kemarin (21/10) sore. Dalam kesempatan itu, dia meminta barisan relawan di Jatim selalu bersiap di tengah situasi pemilu yang berubah-ubah.
Puan membenarkan adanya pertemuannya dengan Gibran pada Jumat (20/10) malam. Dalam pertemuan tersebut, Gibran pamit untuk menerima rekomendasi maju sebagai cawapres dari Partai Golkar. ”Mas Gibran menyampaikan bahwa ada kemungkinan akan ikut dalam kompetisi dan kontestasi pilpres. Tapi, apakah bagaimana dan bagaimana ya, kita tunggu selanjutnya,” ujarnya dalam acara konsolidasi relawan di ballroom Grand City tersebut.
Namun, dia memandang langkah Golkar bukan masalah besar. Sebab, keputusan itu hanya berasal dari satu partai. Belum ada kesepakatan dari seluruh koalisi parpol pendukung Prabowo. Dia memilih menunggu sikap koalisi tersebut untuk menentukan langkah PDIP berikutnya.
BACA JUGA:KPU Benteng Batal Pinjam Balai Raflesia. Ini Alasannya
Meski begitu, ketua DPR itu menyatakan, hingga kini partainya belum mengambil sikap. Termasuk soal tugas Gibran sebagai juru kampanye pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Dia memastikan tugas tersebut belum dilepas dari tanggung jawabnya. ”Sampai saat ini kami tegaskan karena memang belum ada keputusan apa-apa dari Mas Gibran. Itu yang saya terima,” katanya.
Di tengah situasi ini, Puan meminta semua pihak di barisan Ganjar Pranowo-Mahfud MD tetap solid. Sebab, koalisi bisa saja berubah. Kader dan lainnya bisa berbelok arah. Poin ini harus diwaspadai semua pihak. Dia meminta potensi gangguan seperti ini diantisipasi. ”Dalam situasi menjelang pemilu, bisa saja kawan menjadi lawan, lawan menjadi teman. Jadi, kita harus antisipasi hal-hal tersebut,” tuturnya.
Pada bagian lain, Juru Bicara Maklumat Juanda 2023 Usman Hamid menanggapi wacana Prabowo berpasangan dengan Gibran. Dia menyampaikan, kondisi tersebut menguatkan kekhawatiran publik. ”Bahwa Gibran bisa jadi cawapres karena putusan MK yang kental nepotisme,” ungkap dia saat dihubungi Jawa Pos kemarin. Dia menyesalkan putusan tersebut lantaran sama saja dengan kemunduran reformasi untuk melawan kolusi dan nepotisme.
BACA JUGA:Dempo : Kader Hidayatullah Harus Jadi Pemimpin
Usman menjelaskan, nepotisme dan praktik dinasti politik bisa menghambat manusia-manusia unggul untuk memimpin tanpa jalur pertalian keluarga penguasa. Dia menyebut dinasti dan nepotisme ibarat api dalam sekam. ”Sewaktu-waktu bisa menyala semakin besar dan meluluhlantahkan capaian-capaian reformasi,” jelasnya. Karena itu, dia bersama para tokoh mengkritik putusan MK.
Lebih lanjut Usman menyampaikan, bila benar terjadi, duet Prabowo dan Gibran tidak ubahnya pasangan nepotisme dan kolusif. ”Yang satu mewakili dinasti presiden yang sedang berkuasa. Yang satu lagi mewakili dinasti mantan presiden yang pernah berkuasa lama,” ujarnya.
Pasangan itu sangat kental politik dinasti dan nepotisme. Dia juga menilai hal tersebut sebagai tindakan tidak punya etika dari presiden yang sedang berkuasa. Sebab, lanjut dia, presiden tanpa malu-malu menyalahgunakan kekuasaan untuk mengistimewakan keluarga sendiri. Memberikan jalan bagi Gibran untuk menjadi cawapres Prabowo.
”Anak-anaknya yang minim pengalaman dan prestasi politik menikmati jabatan publik maupun fasilitas bisnis yang tak mungkin didapat tanpa status anak kepala negara atau presiden yang berkuasa,” tegas pria yang juga direktur eksekutif Amnesty International Indonesia tersebut. (idr/lum/syn/c14/oni)