Ratusan Ribu Ha Sawit di Mukomuko, Penyumbang CPO Terbesar di Sumatera
PANEN: Buruh perkebunan mengumpulkan TBS yang baru dipetik sebelum dijual ke pabrik CPO--
KORANRB, KORANRB.ID - Mukomuko daerah penghasil Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit terbesar di Provinsi Bengkulu. Luas perkebunan sawit produktif di Kabupaten Mukomuko mencapai 158.614 hektare (Ha), menempatkan Mukomuko sebagai penyumbang Crude Palm Oil (CPO) terbesar di Pulau Sumatera.
Secara rinci, 108.938 hektare merupakan perkebunan kelapa sawit milik masyarakat dan 49.672 hektare lahan budidaya perusahaan. Dan terdapat 16 Pabrik Kelapa Sawit (PKS), Baik Penamanan Modal Asing (PMA), maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
BACA JUGA: Polres Amankan Musang Ranmor Kambuhan
Adanya perkebunan sawit ini membawa dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat Mukomuko. Setelah sebelumnya jika hanya bertanam palawija pendapatan yang didapat hanya mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Dengan menanam kelapa sawit tidak hanya kebutuhan sehari-hari tercukupi. Petani bisa membiayai segala kebutuhan hidup, termasuk pemenuhan kebutuhan skunder. Memang ikut dipengaruhi luasan perkebunan sawit yang dimiliki masyarakat.
Untuk 1 Ha kebun sawit bisa menghasilkan paling sedikit 2 ton TBS sawit. Dengan asumsi dua kali panen dalam satu bulan.
BACA JUGA: 2 Mobnas Hilang, ASN Akan Disidang Ganti Rugi
Jika harga TBS sawit mencapai Rp 2.000/Kg, maka 1 Ha kebun sawit menghasilkan uang Rp 4 juta dalam sebulan. Dimana rata-rata warga Mukomuko memiliki paling sedikit 3 Ha kebun sawit produktif. Dapat dihitung, pendapatan tersebut lebih tinggi dari pendapatan ASN dan pegawai BUMN level menengah.
Berbicara pinjaman modal, Mukomuko juga menjadi daerah pengguna KUR terbesar di Provinsi Bengkulu. Dana pinjaman lunak pemerintah tersebut untuk pengembangan kebun sawit juga.
Namun tingginya pendapatan masyarakat dari tanaman sawit ini, juga tidak jarang berdampak negatif bagi masyarakat. Mulai dari kesulitan air, tanah gersang, dan sebagian besar hutan negara menjadi tanaman monokultur.
Kemudian harga-harga kebutuhan sehari-hari bisa dua kali lipat dibandingkan harga kebutuhan pokok di daerah lain.
Rata-rata kejadian serupa juga terjadi di daerah-daerah di Indonesia yang menjadi penghasil sawit. Kalau dulu sayur-sayuran dan hasil bumi lainnya dikirim ke Kota, saat ini semua berbanding terbalik. Seluruh kebutuhan termasuk sayuran dan buah dipasok daerah lain karena semua lahan pertanian mayoritas menjadi perkebunan sawit milik masyarakat. (pir)