Ini Alasan Mengapa ‘Terlalu Baik’ Itu Bisa Menyengsarakan Diri Sendiri
(Ilustrasi) KEBAIKKAN: Kerja sama saat panjat pinang, rela diinjak asalkan teman bisa naik ke puncak mendapat hadiah.--Foto: Arie Wijaya.Koranrb.Id
Di tempat kerja, misalnya, seorang karyawan yang selalu mengambil tugas tambahan atau membantu rekan-rekannya mungkin tidak dihargai secara proporsional.
Rekan kerja dan atasan mungkin menganggap bantuan tersebut sebagai hal yang biasa dan tidak memberikan pengakuan yang pantas. Hal ini bisa menyebabkan rasa frustrasi dan ketidakpuasan dalam diri orang yang terlalu baik tersebut.
5. Menempatkan Diri di Bawah Orang Lain
Salah satu ciri khas dari orang yang terlalu baik adalah kecenderungan untuk menempatkan diri mereka di bawah orang lain.
Mereka selalu merasa bahwa kebutuhan dan keinginan orang lain lebih penting daripada diri mereka sendiri. Sikap ini membuat mereka mudah dimanfaatkan dan tidak dihargai.
Dalam hubungan interpersonal, sikap ini bisa menyebabkan ketidakseimbangan yang merugikan. Orang yang terlalu baik mungkin sering kali mengorbankan kebahagiaan dan kesejahteraan mereka demi orang lain, dan ini bisa menyebabkan ketidakpuasan yang mendalam.
Selain itu, mereka mungkin merasa sulit untuk mempertahankan hubungan yang sehat karena mereka selalu merasa harus memberikan lebih daripada yang mereka terima.
//Mengapa Batasan dalam Kebaikan Itu Penting?
Menetapkan batasan dalam kebaikan adalah kunci untuk menjaga keseimbangan antara membantu orang lain dan menjaga diri sendiri. Dengan memahami kapan harus mengatakan "tidak" dan kapan harus mempertahankan diri, kita bisa mencegah kelelahan emosional dan fisik, serta menjaga hubungan interpersonal yang sehat dan seimbang.
Bersikap baik adalah hal yang luar biasa, tetapi kita juga perlu ingat bahwa kita tidak bisa selalu memenuhi kebutuhan semua orang.
Oleh karena itu, penting untuk mengenali batasan kita sendiri dan tidak merasa bersalah ketika kita perlu mempertahankan diri. Dengan cara ini, kita bisa terus bersikap baik tanpa mengorbankan kesejahteraan kita sendiri.
Mengambil sikap "secukupnya" dalam kebaikan bukan berarti kita menjadi egois atau tidak peduli, tetapi sebaliknya, ini adalah bentuk kebaikan terhadap diri kita sendiri.
Dengan menjaga diri kita sendiri, kita bisa menjadi individu yang lebih kuat dan lebih mampu membantu orang lain ketika mereka benar-benar membutuhkan kita.