Fasilitasi Konflik Agraria 3 Perusahaan di Mukomuko dan Bengkulu Utara, Kawal Verifikasi Kanwil ATR/BPN

Pertemuan pertama antara petani, perusahaan dan pihak terkait yang difasilitasi Pemprov Bengkulu, beberapa waktu lalu. --Abdi/RB

Dari muatan perjanjian akta notaris, pinjam pakai lahan HGU PT BBS oleh PT DDP berlaku untuk secara keseluruhan. Terkait pinjam pakai ini, berdasarkan akta notaris yang disampaikan ke BPN. Masa berlaku perjanjian hingga tahun 2025, selain itu akta notaris perjanjian di dalamnya terdapat beberapa poin. Salahsatu muatan perjanjian para pihak antara PT BBS dan PT DDP, antara lain PT DDP dilarang mengalihkan ke pihak lain atau pun dijual. Kemudian, harus merawat dan menanam tanaman. 

‘’Juga disebutkan, didalam perjanjian tersebut lokasi yang belum ditanami sawit, silahkan ditanami sawit,”ujarnya.

Lanjut Azman, dari proses pinjam pakai lahan ini, DDP tidak punya kewajiban secara langsung terhadap negara. Dimana yang dikenakan kewajiban terhadap negara adalah pihak BBS, sesuai dengan SK Kementerian Agraria di masa itu. 

‘’Tidak ada kewajiban DDP secara langsung terhadap negara, sebab namanya masih lokasi BBS. Dan tanggung jawab kewajiban terhadap negara masih atas nama BBS,”terangnya.

Berkaitan dengan kewajiban PT BBS dijelaskan Azaman, setelah dilakukan evaluasi dan pemantauan, Kementerian ATR/BPN menyatakan sebagian dari HGU BBS tersebut terlantar, dengan luasan lebih kurang 300 HA. Kemudian saat dilakukan pemantauan di tahun 2019 lahan yang terindikasi terlantar bertambah, menjadi 600 HA lebih.

Berkaitan dengan temuan tersebut, PT BBS mendapat teguran karena telah menelantarkan lahan HGU.

Sehingga PT BBS akhirnya bersurat resmi ke Kementerian ATR/BPN meminta HGU terlantar dilepaskan. Yang suratnya disampaikan melalui Kanwil ATR/BPN Bengkulu. 

“Karena ada teguran akhirnya PT BBS bersurat bersedia untuk melepaskan lahan terlantar itu. Ke Kementerian ATR/BPN,”ujarnya. 

Atas dasar surat itu, akhirnya keluarlah surat dari Kementerian ATR/BPN di Desember tahun 2019. Berisikan bahwa HGU PT BBS dikeluarkan dari indikasi tanah terlantar dengan ketentuan.

Diantaranya, melepaskan lahan sekitar 600 Ha, yang telah dikuasai masyarakat.

Kemudian, PT BBS juga diminta untuk menggunakan tanahnya secara optimal.

Serta ada penegasan, harus menyelesaikan konflik yang terjadi dengan masyarakat.

“Kalau konflik, perusahaan yang utama penguasa HGU harus menyelesaikan. Ini perintah dari Kementerian ATR/BPN untuk perusahaan BBS, bukan PT DDP. Meskipun kenyataannya saat ini PT DDP lah yang selalu berpolemik dengan masyarakat,”ujarnya.

Meskipun demikian, Azaman juga menyampaikan karena PT DDP mengantongi surat pinjam pakai kawasan HGU. Maka dari itu PT DDP juga harus berperan dalam menyelesaikan konflik yang telah menahun tersebut. 

‘’Dengan dasar pinjam pakai, setelah kita tanya juga mereka (DDP) juga menguasai lahan itu karena juga telah ada peralihan saham-saham di tahun 2016, maka mereka juga harus ikut serta menyelesaikan konflik agraria tersebut,” tandasnya. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan