Dorong Sawit Pusat Pertumbuhan Ekonomi Berbasis Hilirisasi
Diskusi publik yang digelar guna mebahas kontribusi perkebunan kelapa sawit yang digelar di kampus IV UMB beberapa waktu lalu. Hadir sebagai pemateri Wakil Ketua I DPRD Provinsi Bengkulu Teuku Zulkarnain dan Aktivis Lingkungan, Yulius Hendra.--oki/rb
KORANRB.ID - Aktivis dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bengkulu sepakat mendorong agar sektor perkebunan kelapa sawit memberi kontribusi lebih besar bagi perekonomian masyarakat. Kesepakatan tersebut mengemuka dalam diskusi publik bertajuk Kontribusi Perkebunan Sawit terhadap Perekonomian Daerah yang digelar di Kampus IV Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB) beberapa waktu lalu.
Aktivis Lingkungan, Yulius Hendra menyampaikan Provinsi Bengkulu masih memiliki peluang hiliriasi. Sebab Bengkulu belum memiliki industri pengolahan CPO menjadi minyak goreng skala besar.
Lalu oleokimia dan produk turunan seperti sabun, kosmetik, pelumas dan sufarktan akan dapat diproduksi di Provinsi Bengkulu jika investasi teknologi dan infrastruktur logistik dapat terealisasi. CPO juga dapat dimanfaatkan untuk memproduksi biodiesel, tak kalah menarik, limbah sawit dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau pupuk organik.
BACA JUGA:Bapenda Catat Peningkatan Pembayaran Pajak Sejak Diskon Gubernur Helmi
BACA JUGA:Open Grasstrack 2025, Piala Bupati Kepahiang Diserbu Crosser Luar Daerah
Sudah saatnya Bengkulu tidak hanya menjadi penghasil sawit, tetapi juga pusat pertumbuhan ekonomi berbasis hilirisasi. Pemerintah, DPRD, pelaku usaha, dan masyarakat harus bergerak bersama mendorong kontribusi nyata industri sawit—bukan hanya lewat angka produksi, tetapi juga melalui investasi, lapangan kerja, dan pembangunan yang merata.
“Jika dikelola serius, sawit bisa menjadi tulang punggung ekonomi Bengkulu yang berkeadilan dan berkelanjutan,” kata Yulius.
Data terbaru menunjukkan, Bengkulu memiliki sekitar 320 ribu hektare areal sawit atau setara 3 persen dari luas nasional. Kabupaten Mukomuko menjadi sentra utama dengan produksi mencapai 452 ribu ton per tahun dari 80 ribu hektare kebun, menyumbang lebih dari 30 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pertanian lokal. Bengkulu Utara menempati posisi kedua dengan produksi 101.850 ton per tahun dari 70 ribu hektare, berperan besar dalam pendapatan desa melalui basis kemitraan petani rakyat dan perusahaan.
Kabupaten Seluma mencatat produksi sekitar 85 ribu ton per tahun dari 50 ribu hektare, dengan fokus hilirisasi melalui rencana pembangunan pabrik minyak goreng. Di Bengkulu Tengah, produksi mencapai 75 ribu ton per tahun dari 40 ribu hektare, ditopang oleh keberadaan empat pabrik kelapa sawit (PKS) aktif yang menjadikannya pusat pertumbuhan ekonomi baru.
BACA JUGA:Mess Pemda Jadi Kantor Walikota, Kampung China Segera Direnovasi
BACA JUGA:3 Hari Bocah Kelas 6 SD Hanyut di Aliran Sungai Musi, Orang Pintar Turun Tangan
Adapun Bengkulu Selatan menghasilkan sekitar 65 ribu ton per tahun dari areal 45 ribu hektare, meski masih menghadapi tantangan harga dan akses pasar. Di wilayah lain, produksi sawit masih lebih kecil, antara lain Rejang Lebong (40 ribu ton per tahun, 30 ribu hektare), Kaur (35 ribu ton per tahun, 25 ribu hektare), Lebong (25 ribu ton per tahun, 20 ribu hektare), dan Kepahiang (20 ribu ton per tahun, 15 ribu hektare). Sementara Kota Bengkulu bukan basis sawit dengan produksi di bawah 5 ribu ton, sehingga perekonomian lebih bertumpu pada sektor jasa dan perdagangan.
Ia mengingatkan kontribusi dari pelaku usaha harus nyata untuk pembangunan di Provinsi Bengkulu.
“Sudah saatnya pelaku usaha sawit tidak hanya menghitung keuntungan, tetapi juga ikut membangun daerah. Jalan desa, akses pendidikan, dan layanan kesehatan harus jadi bagian dari tanggung jawab industri sawit,” tegasnya.
“Jika kontribusi hanya berhenti di angka produksi, maka masyarakat tetap akan tertinggal. Kami mendesak perusahaan sawit membuka ruang kemitraan yang adil dengan petani rakyat agar pembangunan benar-benar merata,” tambah Yulius.
Sementara itu, Wakil Ketua I DPRD Provinsi Bengkulu, Teuku Zulkarnain, menegaskan bahwa hilirisasi merupakan kunci peningkatan nilai tambah. Menurutnya, Bengkulu memiliki peluang besar mengembangkan industri turunan sawit, mulai dari minyak goreng, oleokimia, biodiesel, hingga bioplastik ramah lingkungan.
“Hilirisasi adalah kunci agar sawit tidak hanya jadi bahan mentah, tapi bisa membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.
Ditambahnya, perusahaan sawit wajib berkontribusi lebih besar melalui hilirisasi agar nilai tambahnya kembali ke daerah, bukan keluar ke provinsi lain.
“DPRD akan mengawal agar pelaku usaha sawit tidak abai terhadap pembangunan. Industri sawit harus memberi efek ganda, selain meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), membuka lapangan kerja, juga mengangkat kesejahteraan masyarakat Bengkulu,” pungkasnya.
Meski potensinya besar, tantangan masih membayangi. Minimnya investasi, keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) industri, dan infrastruktur pengolahan membuat hilirisasi belum berjalan maksimal.