Rusaknya Habitat Harimau dan Gajah Mukomuko, Ada Pembiaran Sawit Ilegal
Masifnya pembukaan kawasan hutan di Mukomuko untuk dijadikan perkebunan sawit--firmansyah/rb
KORANRB.ID – Bayang-bayang bencana ekologis kini semakin nyata di Kabupaten Mukomuko.
Ratusan hektare hutan yang dulunya menjadi rumah bagi harimau Sumatera, gajah, dan beruang madu, kini perlahan berubah menjadi hamparan perkebunan kelapa sawit ilegal. Satu per satu pepohonan tua tumbang, digantikan oleh batang sawit yang tumbuh rapi namun menyimpan ancaman panjang bagi keseimbangan alam.
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Mukomuko, Aprin Sihaloho, S.Hut, mengungkapkan bahwa kawasan hutan produksi di wilayah kerjanya mencapai 80,22 ribu hektare. Secara ekologis, hutan-hutan tersebut memiliki fungsi vital sebagai penyangga kehidupan, sumber air bersih, dan habitat bagi satwa langka. Kawasan ini juga menjadi hulu dari 4 daerah aliran sungai (DAS) utama di Mukomuko DAS Teramang, DAS Retak, DAS Ipuh, dan DAS Air Rami yang menghidupi ribuan warga di hilir.
“Hutan Mukomuko ini tidak hanya tempat pepohonan tumbuh, tapi juga penopang kehidupan. Di dalamnya hidup satwa kharismatik seperti harimau Sumatera, gajah, beruang, dan menjadi habitat bunga Rafflesia, ikon Bengkulu. Tapi kenyataannya sekarang sebagian besar hutan sudah dibuka untuk perkebunan sawit milik perorangan,” ujar Aprin.
BACA JUGA:Dugaan Kecurangan Seleksi PPPK, Ombudsman hingga BKN Diminta Turun
BACA JUGA:Terdakwa Pencucian Uang Bank BSI Divonis 8 Tahun, Kuasa Hukum Banding
Aprin menegaskan, kondisi ini menjadi pemicu utama meningkatnya potensi bencana alam serta konflik satwa dengan manusia. Hutan yang gundul membuat satwa kehilangan habitat, air sulit diserap tanah, dan risiko longsor serta banjir meningkat.
“Karena keterbatasan anggaran kami belum punya data detail berapa hektare di tiap blok hutan yang sudah dirambah. Tapi bisa dipastikan, lebih dari setengah kawasan hutan di Mukomuko sudah berubah fungsi,” bebernya.
Kondisi ini turut disoroti Iswadi, Ketua Lembaga Konservasi Harimau Sumatera Lingkar Inisiatif, yang menilai pembiaran terhadap maraknya kebun sawit ilegal di kawasan hutan merupakan bentuk kelalaian serius. Ia mencatat, sepanjang tahun 2024 terjadi 10 kasus konflik antara harimau dan manusia, sedangkan hingga Oktober 2025 sudah muncul 7 kasus baru.
“Rusaknya habitat harimau disebabkan oleh pembukaan kebun sawit ilegal. Banyak lahan hutan disulap jadi kebun oleh pemodal besar yang punya jaringan kuat dan sulit disentuh hukum,” tegas Iswadi.
BACA JUGA:Fakta Baru Terungkap di Sidang Korupsi Perjalanan Dinas DPRD Kaur
BACA JUGA:Dugaan Korupsi Fasilitas Kredit Bank ke PT DSM Rugikan Negara Rp1 Triliun
Menurutnya, dampak dari kerusakan hutan tidak hanya sebatas konflik satwa. Saat hutan gundul, daya serap air hilang, udara kehilangan keseimbangan, dan risiko bencana meningkat.
“Kalau nanti banjir besar datang, jangan salahkan alam. Itu akibat keserakahan manusia yang tak pernah puas merambah hutan,” ucapnya tajam.