Resensi Buku 'BARA' : Bacaan Renyah Kaum Petualang
Resensi Buku "BARA": Bacaan Renyah Kaum Petualang--
KORANRB.ID - Buku ini bercerita tentang sosok Bara, lelaki muda, pendaki gunung, relawan, sekaligus penulis.
Bara memiliki latar belakang kehidupan keluarga yang berantakan, sehingga berdampak pada sisi kehidupannya yang liar, keras dan bebas.
Ayahnya dipenjara, dan ibunya pergi entah kemana. Membuat Bara dibesarkan oleh neneknya.
Namun setelah neneknya meninggal, Bara ibarat seorang petualang yang kehilangan kompas, yang membuatnya akhirnya hijrah dari kampung halamannya di Indramayu ke Bandung.
Di Kota Kembang ini Bara memulai kehidupan barunya, meneruskan SMA hingga kuliah.
BACA JUGA:Pilgub Bengkulu, Ada 8 Nama Ikut Penjaringan di PDI Perjuangan, Ini Daftarnya
Dalam buku ini, si Penulis Febrialdi menceritakan bagaimana sosok kehidupan keras Bara ditengah petualangan rimba dan jalanannya.
Walaupun Bara memiliki sosok sahabat seperti Suhe, Wilis, Heri dan Roni. Namun Bara tetaplah Bara, apapun persoalan yang dihadapinya, ia lebih memilih untuk menyelesaikan dengan caranya sendiri.
“Atau kita perlu melemaskan tangan buat nentuin siapa yang pantas menjadi pemimpin? Kalau ada yang nggak setuju, kalian tahu di mana kita harus menyelesaikan!”.
Kalimat tegas Bara jika apa yang diinginkannya merasa dihalangi oleh para sahabatnya.
BACA JUGA:Suka Ikan Bakar? Ini Jenis Ikan yang Cocok Dibakar dan Disantap Bersama Keluarga, Tapi Awas Durinya
Alur cerita dalam buku ini adalah alur campuran. Si Penulis beberapa kali dalam setiap jalan cerita melakukan flashback mengenai perjalanan Bara.
Dari 33 bagian buku ini, memiliki alur cerita masing-masing. Dimulai dari petualangan Bara bersama Tim SAR ketika mencari 4 orang pendaki yang hilang di gunung Ciremai.
Disana Bara bertemu dengan sosok Lia, salah satu mahasiswi yang hilang dalam pendakian dan berhasil ia temukan.
Sosok Lia merupakan entry point dari kembalinya luka Bara, setelah ditinggal mati kekasihnya Kirana.
BACA JUGA:Serupa tapi Tak Sama, Ini 7 Hewan Sering Dikira Sama
Lia yang memiliki wajah mirip seperti Kirana, membuat Bara kembali merasa menjadi orang yang paling bersalah atas kematian Kirana.
Kirana meninggal dalam kecelakaan mobil saat hendak berkemah ke Rancaupas.
Dimana Bara sempat berjanji akan ikut dalam perkemahan tersebut, namun ia lebih memilih mendaki gunung Gede bersama keempat sahabatnya.
Alhasil saat turun gunung, ditengah tubuh yang lelah, Bara menerima kabar bahwa kekasihnya telah tiada.
Butuh waktu lama untuk Bara kembali memulihkan hatinya, hingga akhirnya ia berkenalan dengan Inoy. Gadis manis berhijab yang merupakan teman kampusnya.
BACA JUGA:Hari Buruh Internasional, Mei Day 2024, Intip Besaran Upah Tertinggi dan Terendah
Namun malang kembali menemui Bara, ketika hatinya mulai pulih akan kehadiran Inoy. Gadis tersebut justru tewas bersimbah darah tepat di hari ulang tahunnya.
Inoy dihujam belati tepat diperutnya saat keluar kampus. Adalah gerombolan Soni Item, gank jalanan yang beberapa kali pernah bentrok dengan Bara dan kawan-kawannya.
Dendam Soni terhadap Bara, menjadikan Inoy sebagai tumbalnya.
Kematian Inoy, semakin membuat Bara di luar kendali. Kendati ia berhasil membalaskan dendam kematian gadis itu kepada Soni Item dan teman-temannya, namun naluri liar Bara justru semakit tidak terkontrol.
BACA JUGA:Unik! Ini 6 Jenis Ikan Bisa Mengubah Jenis Kelaminnya
Hingga akhirnya para sahabatnya menyarankan Bara untuk melakukan petualangan, dengan maksud agar bisa memahami kemana sebenarnya arah yang akan Bara tuju dalam hidupnya.
Dari sinilah petualangan Bara dimulai. Ia menjelajahi kota demi kota, memasuki belantara rimba dan kemana kakinya ingin melangkah.
Hingga akhirnya Bara tiba di pos pendakian gunung Ciremai. Disini Bara bertemu sahabat lamanya yang biasa ia panggil Pak Tatang.
Pria paruh baya ini berhasil menghentikan petualangan Bara, dengan menawarkan Bara menjadi relawan SAR gunung Ciremai.
BACA JUGA:Manusia Belang, Menilik Suku Tobalo di Kaki Gunung Pedalaman Sulawesi yang Kebal Senjata Tajam
Namun ajakan tersebut belum disetujui Bara, dan ia memilih untuk pulang ke Bandung, sesuai saran Pak Tatang sembari memulihkan kondisi fisik dan hatinya yang masih berantakan.
Hingga akhirnya Bara kembali bertemu dengan Lia. Gadis yang pernah diselamatkannya di gunung Ciremai tempo hari.
Lia yang pasca kejadian di gunung Ciremai tersebut sudah menaruh hati pada Bara, namun Bara lebih memilih menjauh dikarenakan Lia selalu mengingatkannya akan Kirana, dan rasa bersalah Bara pada kematian gadis itu.
Singkatnya, seiring waktu berjalan , Bara pun mulai berani menaruh asa kepada Lia. Namun bukan Bara namanya jika tidak menghadapi langkah terjal dalam medan hidupnya.
BACA JUGA:Unik! Ini 6 Jenis Ikan Bisa Mengubah Jenis Kelaminnya
Hubungannya dengan Lia pun demikian, dipaksa kandas karena orang tua Lia lebih memilih menjodohkan putrinya dengan anak dari rekanan Papa Lia.
“Terkadang, hidup memang tak selalu berpihak, Bara. Kita mengasihi seseorang yang belum tentu menikah dengan kita. Tapi, saya yakin kamu jauh lebih bijak dan dewasa dalam menghadapi hal-hal semacam itu,” ungkap Mama Lia kepada Bara.
Setelah pertemuan dengan mamanya Lia tersebut, Bara pun menghilang. Gunung Ciremai adalah pelariannya saat itu.
Hingga akhirnya ia ditemukan terbujur kaku di dalam tenda, persis di titik ia menemukan Lia yang saat itu hilang disana.
BACA JUGA:Mengenal Kriket, Olahraga Nomor 2 Paling Populer di Dunia, Tapi Asing di Indonesia
“Sejauh apapun bertualang, pada akhirnya cinta akan selalu mengenal kata pulang”. Tulis Bara dalam penutup catatannya.
KESIMPULAN
Buku ini sangat cocok dibaca, tak hanya dari kalangan petualang saja.
Banyak pembelajaran yang disampaikan dalam alur cerita dari buku ini, tentang bagaimana memperlakukan rasa sakit, persahabatan, perjalanan hingga keputusasaan.
Sosok Bara, pada umumnya sering kita temukan pada beberapa petualang atau penggiat alam di sekitar kita. Sosok yang tangguh dan cekatan, siap bertarung dalam kondisi terburuk sekalipun.
Namun begitu lemah ketika memanajemenkan hati, terkhusus ketika berbicara soal Cinta.
BACA JUGA:Makanan ringan dan Cocok Untuk Masyarakat Indonesia, Salah Satunya Usus Goreng
Si penulis buku, mampu memainkan narasi yang renyah mengenai perjalanan Bara. Dalam cerita ini juga membuktikan, hanya alamlah yang mampu melunturkan ke-aku-an Bara.
Buku ini juga sangat direkomendasikan untuk dibaca, karena si pembaca secara tidak sadar akan merasa seperti ada dalam setiap perjalan Bara, baik di tebing-tebing terjal, di arus sungai yang deras, belantara rimba, hingga hiruk pikuknya kehidupan di kota.
Selamat membaca dan berburu literasi. (*)