Sebagai gambaran, kelompok UKT rendah ini yang UKT-nya berada di angka Rp 500 ribu hingga di bawah Rp 2 juta.
Kemudian kelompok UKT menengah berada di kisaran Rp 2 juta hingga di bawah Rp 8 juta. Terakhir, kelompok UKT tinggi dengan besaran UKT di atas Rp 8 juta.
”Nah ini, mungkin pimpinan dan anggota Komisi X, kami ingin menyampaikan bahwa UKT rendah tetap merupakan dominasi dari para mahasiswa itu,” jelasnya.
Dia mencontohkan untuk di Universitas Sumatera Utara (USU).
Di mana, jumlah mahasiswa baru yang masuk ke kelompok UKT rendah tercatat sebanyak 862 orang.
Sedangkan, jumlah mahasiswa baru yang masuk ke kelompok UKT tinggi sebanyak 248 orang.
”Bahkan yang kemarin cukup ramai di Universitas Jenderal Soedirman. Itu kalau kita perhatikan, justru angka di UKT rendah juga banyak, hampir 867 orang. Kalo kita bandingkan dengan UKT tingginya hanya sekitar 12 mahasiswa,” papar Haris.
Lalu, dia memastikan, bahwa mahasiswa yang dikenakan kelompok UKT yang tidak tepat bisa dilakukan peninjauan kembali oleh pimpinan PTN.
Orang tua mahasiswa bisa mengajukan pengajuan peninjauan kembali dengan menyediakan data pendukung untuk klarifikasi dan justifikasi pemberian keringanan UKT.
Berdasarkan pasal 17 Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024, peninjauan kembali tarif UKT bagi mahasiswa bisa dilakukan dengan syarata ada perubahan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tuanya, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa tersebut.
Selain itu, juga bisa jika ada ketidaksesuaian data ekonomi mahasiswa dengan fakta di lapangan.
”Kami meminta pada para rektor agar bila ada keberatan dari mahasiswa agar beri ruang untuk konsultasi,” ungkapnya. (**)