Aprin memastikan dalam proses pengusulan legalitas perhutanan sosial ini, masyarakat yang menjadi perambah tidak akan dimintai biaya apapun.
Jika masyarakat pemilik lahan telah tergabung di dalam kelompok perhutanan social nanti, tentu tidak perlu harus takut lagi berurusan dengan hukum karena menjadi perambah. Kelompok petani perhutanan sosial akan diberikan langsung izin pemanfaatan lahan dari KLHK.
“Yang pastinya, program ini sangat membantu masyarakat. Jika masyarakat menolak kami data, otomatis tidak akan kita masukan ke dalam usulan kelompok perhutanan sosial. Dan sudah pasti mereka harus kucing-kucingan ketika berada di dalam kawasan hutan untuk Bertani. Jika kedapatan tentu akan diamankan oleh petugas,” tegas Aprin.
Program perhutanan sosial salah satu solusi bagi masyarakat yang terlanjur menggarap kawasan hutan karena tidak mungkin pemerintah mengusir mereka.
Untuk itu mereka diberikan izin menggarap lahan dalam hutan, namun bukan memiliki.
BACA JUGA:Hasil Operasi Antik Polres Mukomuko, 2 Tersangka ASN Jalani Rehab, 1 Tersangka Tetap Diproses
BACA JUGA:Angka Stunting Jadi Catatan Seluruh OPD, Ini 3 Puskesmas Paling Tinggi Kasus Stunting
Kabupaten Mukomuko sendiri memiliki total kawasan hutan seluas 78 ribu hectare. Rinciannya, seluas 12 ribu hektare dikelola PT Sifef Biodivesity, dan 22 ribu hektare dikelola PT BAT.
Sedangkan 6.000 hektare lagi dikelola PT API, dan 10 ribu hektare diusulkan sebagai hutan desa.
“Untuk kawasan hutan seluas 28 ribu hektare lagi berada di bawah pengawasan kami. Dimana sekitar 80 sampai 90 persen rusak akibat perambahan. Maka dari itu masyarakat desa penyanggah hutan, kami usulkan mereka mengikuti program perhutanan sosial,” demikian Aprin.