BENGKULU, KORANRB.ID - Gubernur Bengkulu, Prof. Dr. H. Rohidin Mersyah, M.MA mengesahkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Bengkulu tahun 2024 sebesar 3,67 persen.
Hal tersebut sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Bengkulu No G.469.DKKTRANS Tahun 2023 tentang UMP Bengkulu tahun 2024 yang baru saja ditandatangani gubernur.
Rohidin mengatakan berdasarkan penetapan tersebut UMP Bengkulu mengalami kenaikan Rp 88.799,24. Dari semula Rp 2.418.280 menjadi Rp 2.507.079. Diakui Rohidin, tidak bisa dipungkiri jika ketetapan tersebut belum sesuai dengan harapan dari sejumah pihak, terutama para serikat pekerja.
"Kenaikan ini belum sesuai dengan SPSI. Namun dalam menentukan itu, tidak hanya dari serikat pekerja saja. Melainkan juga dari Dewan Pengupahan, Perwakilan Asosiasi Perusahaan, dan Asosiasi Buruh," ujar Rohidin, kemarin (21/11).
BACA JUGA:Lagi, Bupati Mian Terima Penghargaan KemenPANRB
Menurutnya, yang jelas dalam penetapan UMP ini dilakukan dengan berbagai pertimbangan dan kajian. Karena di satu sisi tidak mungkin juga terkait penetapan UMP ini hanya mendengarkan pendapat dari satu pihak saja yakni serikat buruh.
"Karena nantinya malah memberatkan perusahaan ataupun para investor," ujar Rohidin.
Di sisi lainnya, sambung Rohidin, tidak bisa juga hanya mendengarkan permintaan dari perusahaan saja, dalam artian hanya mengakomodir kepentingan para pengusaha.
"Karena bagaimanapun juga UMP ini menyangkut kehidupan dan kesejahteraan para pekerja yang sejatinya masyarakat Provinsi Bengkulu," tegasnya
BACA JUGA: Gubernur Rohidin: Pelajar Harus Melek Hukum
Di tempat berbeda, seperti yang dikatakan Rohidin, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Provinsi Bengkulu, Aizan Dahlan, memengharapkan kenaikan ini menjadi 10 persen. Jika ditotalkan, nilai UMP Rp 2,66 juta. Nilai tersebut berdasarkan nilai standar hidup layak. "Kalaupun kenaikan 10 persen itu baru Rp 2,66 juta, itu masih jauh terendah. Karena untuk Lampung Rp 2,7 juta, Jambi sekitar itu juga. Tetapi Bengkulu masih cukup rendah," ujarnya.
Meski begitu, karena sudah ditetapkan, saat ini SK Gubernur yang ditandatangani pada Senin (20/11) tersebut yang berlaku. Meskipun SPSI tidak setuju.
"Bisa revisi tetapi harus digugat. Itu juga diperlukan SDM yang kuat. Karena butuh biaya, butuh tenaga, tidak gampang. Tidak hanya SPSI saja, namun semuanya harus bergerak," harapnya.
Ketetapan tersebut, dikatakan Aizan harusnya mengikat untuk setiap perusahaan. Jika ada yang melakukan pengupahan di bawah itu, pekerja diperkenankan untuk melakukan pelaporan ke Disnaker.
BACA JUGA:Lama Menunggu Berangkat Haji, CJH Bisa Umrah Dahulu