Sekedar mengulas berita sebelumnya, JPU Kejari Mukomuko hadirkan 13 saksi dalam sidang lanjutan tindak pidana korupsi (tipikor) pengelolaan keuangan anggaran obat tahun anggaran 2016-2021 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mukomuko.
Sidang berlangsung, Kamis, 5 September 2024 di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Bengkulu, dengan Ketua Majelis Hakim, Agus Hamzah, SH, MH.
Untuk deretan saksi yang dihadirkan JPU meliputi, Pejabat Pengadaan RSUD Mukomuko periode 2017-2021, Dian eka Wati, Amd. Kep. Bendahara Penerima BLUD periode 2017-2023, Lindawati, S.Ap. Kabid Keuangan RSUD Mukomuko September 2021-Juni 2022, Ahmad Lutfi, SE, Kepala TU RSUD Mukomuko 2016-2021, Joni Iskandar, Direktur RSUD Mukomuko 2012-sekarang, dr. Dollata karokaro, S.M.
BACA JUGA:2 Terdakwa Tipikor Dana PNPM Air Napal Minta Keringanan
BACA JUGA:Korupsi Retribusi TKA Bengkulu Tengah, Mantan Pejabat Disnakertrans Dituntut 6 Tahun Penjara
Selanjutnya Kepala Ruang Gizi RSUD Mukomuko periode 2017-2021, Delvianto, Karyawan Honorer RSUD Mukomuko periode 2013-2021, Yunipa epiyanti dan Kepala Ruang Gizi RSUD Mukomuko periode 2015-2017, Ade ariansyah.
Serta Kepala Layanan Operasional BPJS Kesehatan Kabupaten Mukomuko, Elva Elinda, SE, Karyawan SPBU Bandaratu, Rizki Priadna Putra, Direktur PT. Medisia Sains Indo, Eddy Rapson, Pemilik Toko M. Jaya Gorden, Afriza. Head Regional Sales PT. Cinta Dental Indonesia, Wira Dirgantara.
Seluruh saksi memberikan keterangan mengenai adanya tindakan mark up yang tersusun dari Pejabat RSUD Mukomuko.
Salah satunya saksi Kabid Keuangan RSUD Mukomuko September 2021-Juni 2022, Ahmad Lutfi, Ahmad Lutfi.
Kemudian hal tersebut dikonfirmasi langsung oleh Gugur selaku Direktur saat itu. "Ya itu benar," terang Tugur.
Selain tindakan mark up pada SPJ pembayaran di setiap sektor juga turut disampaikan oleh saksi Pejabat Pengadaan RSUD Mukomuko periode 2017-2021, Dian eka Wati bahwa ada pembelian perabotan rumah sakit yang SPJ-nya tidak ditanda tangani.
"Tidak pernah tanda tangan," ungkap Dian.
JPU Kejari Mukomuko, Agrin Nico, SH. MH mengatakan berdasarkan fakta persidangan yang ada sudah jelas bahwa memang ada tindakan mark up di setiap sektor untuk SPJ pembelian dan itu tersusun.
"Ya itu berdasarkan fakta persidangan bahwa memang ada rapat dalam menyetujui tindakan mark up pembayaran di setiap sektor dan itu jumlahnya 3,5 persen," jelas Agrin.
Sementara itu Penasihat Hukum (PH) 7 terdakwa, Hotma T. Sihombing, SH mengatakan bahwa tindakan mark up yang terungkap dalam persidangan ada sebeb akibatnya.
"Dana yang dikeluarkan dari hasil mark up itu digunakan jika keperluan mendesak," jelas Hotma.