Banyak kasus korupsi yang tidak ditindaklanjuti dengan serius, dan pelaku korupsi sering kali tidak mendapatkan hukuman yang setimpal.
Ketidakpastian hukum ini membuat para pelaku merasa aman untuk melakukan tindakan korupsi tanpa rasa takut akan konsekuensi.
6. Kurangnya Pengawasan dan Akuntabilitas
Sistem pengawasan yang lemah di berbagai instansi pemerintah memberi ruang bagi praktik korupsi.
Tanpa adanya mekanisme kontrol yang ketat, pejabat publik dapat menyalahgunakan wewenang tanpa takut tertangkap.
Akuntabilitas yang rendah juga berarti bahwa para pelanggar tidak dihadapkan pada konsekuensi yang jelas.
7. Keterlibatan Politisi dalam Bisnis
Banyak politisi yang terlibat dalam bisnis, yang menciptakan konflik kepentingan.
Ketika pengambilan keputusan pemerintah dipengaruhi oleh kepentingan pribadi, praktik korupsi semakin sulit untuk dihindari.
Politisi yang mencari keuntungan dari kebijakan publik sering kali mengorbankan kepentingan masyarakat demi keuntungan pribadi.
8. Praktik Nepotisme dan Kolusi
Nepotisme, atau favoritisme terhadap keluarga dan teman, serta kolusi antara pejabat publik dan pengusaha, merupakan praktik umum di Indonesia.
Hubungan yang erat antara sektor publik dan swasta sering kali menciptakan ruang bagi korupsi, di mana proyek pemerintah diberikan kepada pihak-pihak tertentu tanpa melalui proses yang adil.
9. Keterbatasan Akses Informasi
Kurangnya akses informasi mengenai pengelolaan anggaran dan proyek publik mempersulit masyarakat untuk melakukan pengawasan.