Pembuatan gula aren dimulai dengan cara mengambil nira dari pohon aren yang sudah cukup tua.
Para petani atau pengrajin gula aren menggunakan teknik yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Nira yang diambil dari bunga pohon aren dimasak dalam wajan besar, kemudian disaring untuk menghilangkan kotoran dan selanjutnya didiamkan hingga mengental dan membentuk massa yang menyerupai cairan kental.
BACA JUGA:Diet Keto Jadi Tren Populer, Ini Manfaat dan Tips Sukses Menjalankannya
BACA JUGA:Telurnya Beracun dan Punya Gigi yang Tajam untuk Memakan Mangsa, Inilah 7 Fakta Ikan Aligator
Proses pemasakan ini memerlukan keterampilan dan perhatian khusus, karena suhu dan waktu yang tepat sangat penting untuk menghasilkan gula aren yang berkualitas.
Setelah nira diproses dan mengental, cairan ini dituangkan ke dalam cetakan yang terbuat dari bambu atau logam untuk membentuk gula aren dalam bentuk batangan atau bulat.
Gula aren yang dihasilkan memiliki warna coklat keemasan, tekstur yang rapuh, dan rasa yang lebih alami dibandingkan dengan gula putih yang umum digunakan saat ini.
Pada abad ke-19, gula aren mulai diperkenalkan ke pasar internasional, meskipun dalam skala yang lebih kecil dibandingkan gula putih yang lebih mudah diproduksi dan didistribusikan.
Namun, karena semakin tingginya permintaan akan produk-produk alami dan organik di pasar global, gula aren kembali mendapatkan perhatian, terutama dalam industri makanan dan minuman.
Negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara Eropa mulai mengimpor gula aren untuk digunakan dalam produk-produk olahan makanan.
Gula Aren dalam Budaya dan Ekonomi Indonesia
Di Indonesia, gula aren memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan, baik dari sisi ekonomi maupun budaya.
Di banyak daerah, pembuatan gula aren masih dilakukan secara tradisional oleh para petani kecil.
Bahkan, produk ini sering dijadikan sebagai komoditas unggulan dalam upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat desa.
Gula aren tidak hanya digunakan untuk membuat berbagai jenis kue dan minuman tradisional, tetapi juga dianggap sebagai simbol keberlanjutan dan kearifan lokal.