BENGKULU, KORANRB.ID - Dua terdakwa dugaan Korupsi revitalisasi dan pengembangan Asrama Haji Bengkulu tahun anggaran 2020-2021, Kamis (7/12) menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pindana Korupsi (Tipikor) Bengkulu.
Diketuai Majelis Hakim, Fauzi Israh dua terdakwa yakni, Panca Saudara diduga selaku makelar dalam perkara ini dan Suharyanto mantan Direktur Cabang PT. Bahana Krida Nusantara (BKN).
BACA JUGA: Mantan Direktur Ditahan JPU, Dugaan Korupsi Asrama Haji Rp 1,28 milar
Kedua terdakwa didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu dengan dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dan didakwa Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang Inonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sabsssimans telah diubah dengan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentarg Perubahan Atas Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke - 1 Kitab Undang - Undang Hukum Pidana.
BACA JUGA:Tersangka Korupsi Asrama Haji dan KUR Jadi Tahanan JPU
"Kita dakwaan pasal ini, karena perbuatan para terdakwa ada indikasi melawan hukum dan penyalahgunaan jabatannya," ucap JPU Lie Putra Setiawan.
Dimana akibat perbuatan para terdakwa ini menyebabkan timbulnya kerugian negara sebesar Rp 1,2 miliar lebih. Namun kerugian negara itu sudah dikembalikan sebesar Rp 798 juta yang dititikan kepada JPU.
BACA JUGA:Selangkah Lagi, Kasus Asrama Haji ke Persidangan, KN Pulih Rp 798 juta
Seperti diketahui, dalam penyidikan proyek revitalisasi Asrama Haji ini berfokus pada ketidak benaran pada saat putus kontrak. Yang bermasalah terkait putus kontrak dalam pengerjaan oleh kontraktor pertama yakni PT. BKN. Dari putus kontrak tersebut ditemukan selisih atau pada saat itu dinamakan kelebihan bayar. Realisasi keuangan negara berbeda dengan realisasi fisik.
Sehingga terhadap adanya selisih pekerjaan yang tidak sesuai dengan kenyataan itu tentu timbul kerugian negara. Pasalnya jaminan uang muka dan jaminan uang pelaksanaan senilai Rp 3,8 miliar yang seharusnya dikembalikan oleh Jasa Asuransi Indonesia (Jasindo) serta PT. BKN, diduga belum dikembalikan.
BACA JUGA:Tsk Asrama Haji Bantah Nikmati Rp 100 Juta
Sebelum naik penyidikan, kasus ini sudah sempat ditangani Jaksa Pengacara Negara (JPN) Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejati Bengkulu. Hingga kemudian dilimpahkan ke Bidang Pidsus Kejati Bengkulu. Diketahui sumber dana proyek ini berasal dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Waktu itu karena pandemi Covid-19, tidak selesai dan putus kontrak. (eng)