Kabidhumas Polda Sulteng Kombespol Djoko Wienarto menambahkan, butuh waktu lama bagi petugas untuk memadamkan api. ’’Kurang lebih butuh waktu 10 jam baru padam,’’ ujarnya.
Sesuai instruksi Kapolda, telah dibentuk tim investigasi untuk mendalami penyebab kebakaran di smelter tersebut. ’’Tim telah bekerja untuk mengetahui penyebab kebakaran tersebut,’’ paparnya kepada Jawa Pos kemarin.
Untuk perkembangan penyelidikan, hingga kemarin belum ada update. ’’Tim masih bekerja. Saksi yang diperiksa berapa, belum diinfokan,’’ katanya.
BACA JUGA:PT DSJ Bantah Tudingan PPSS
Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Sulawesi Tengah dan PT ITSS. Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kemenaker Haiyani Rumondang menyatakan, pihaknya juga sudah turun langsung ke lokasi. ’’Kadisnaker Provinsi Sulawesi Tengah langsung menurunkan tim pengawas ketenagakerjaan. Tim Pengawas Ketenagakerjaan Kemenaker juga turun,’’ ujarnya.
Haiyani menegaskan, industri smelter wajib menerapkan standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang tinggi. Sebab, smelter termasuk industri dengan risiko bahaya tinggi. Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Tengah dan Pusat sudah melakukan pengawasan, termasuk memberikan pembinaan penerapan norma ketenagakerjaan, khususnya K3. ’’Pembinaan terus dilakukan, termasuk memastikan prosedur dan personel yang memenuhi standar K3,’’ ungkapnya. Dia juga memastikan para korban meninggal maupun luka-luka akan mendapatkan manfaat jaminan sosial dari BPJS Ketenagakerjaan.
BACA JUGA:TMMD 2024 Dibantu Pemprov Rp 14 Miliar
Pada bagian lain, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) menilai, kecelakaan kerja di lingkungan perusahaan PT ITSS merupakan tragedi kemanusiaan yang harus menjadi perhatian serius dari pemerintah. Penyebab dan penanggung jawabnya harus diusut.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) Mirah Sumirat menduga kuat adanya pelanggaran aturan K3 di PT ITSS yang berujung pada ledakan tungku smelter. ’’Pimpinan perusahaan harus diproses secara hukum atas terjadinya tragedi kemanusiaan ini,’’ ucapnya.
Mirah juga menyinggung lemahnya pengawasan terhadap penerapan K3 di Indonesia. Menurut dia, hal itu merupakan salah satu dampak dari kemudahan investasi yang dipayungi oleh omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja. Sebagai informasi, PT ITSS merupakan salah satu anak usaha dari Tsingshan Group asal Tiongkok. Izin operasi perusahaan ini dimulai sejak 2019 dan akan berakhir pada 2049.
’’Pengawasan yang lemah dan minimnya jumlah tenaga pengawas ketenagakerjaan adalah persoalan klasik yang tidak pernah diselesaikan oleh pemerintah,’’ keluhnya. Karena itu, Aspek Indonesia menuntut Kemenaker untuk serius dalam melakukan pengawasan ketenagakerjaan, termasuk soal penerapan K3, di seluruh perusahaan di Indonesia.
BACA JUGA:Simpang Tiga Kayu Kunyit Rawan Laka
Dari Senayan, Fraksi PKS DPR ikut menyoroti kasus tersebut. Anggota Komisi VII DPR Mulyanto mengatakan, pemerintah harus menghentikan sementara atau moratorium semua operasional smelter perusahaan asal Tiongkok di Indonesia. Dia juga minta pemerintah mengaudit semua smelter tersebut secara ketat. Sebab, sering terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan korban jiwa. ’’Audit harus dilakukan secara profesional, objektif, dan menyeluruh terhadap aspek keamanan dan keselamatan kerja,’’ tegasnya.
Menurutnya, jangan sampai karena pertimbangan politik, pemerintah mengabaikan aspek keamanan dan keselamatan kerja di perusahaan-perusahaan tersebut. Mulyanto menyatakan, sudah bukan rahasia lagi kalau sebagian besar alat kerja di smelter-smelter milik Tiongkok juga diimpor dari Negara Tirai Bambu itu. Bahkan, komponen terkecil seperti baut dan mur juga diimpor dari Tiongkok. ’’Karena itu, kita perlu tahu kualitas barang yang selama ini dipakai untuk menunjang operasional smelter. Jangan-jangan barang dan suku cadang yang dipakai tidak memenuhi syarat yang ditentukan,” kata Mulyanto.
Legislator asal dapil Tangerang Raya itu menegaskan, pemerintah harus sungguh-sungguh menindaklanjuti kasus tersebut. Apa sebenarnya yang jadi penyebab dari ledakan smelter tersebut. ’’Apakah karena faktor lemahnya keandalan pabrik, murni faktor kelalaian manusia, atau ada sebab-sebab lain. Pemerintah bertanggung jawab untuk mengusut tuntas kasus ini,” bebernya.
Mulyanto menyebut peristiwa itu harus menjadi pelajaran berharga, sehingga benar-benar dipahami dan menjadi momentum untuk mengevaluasi semua kesepakatan kerja sama dengan perusahaan Tiongkok.