KORANRB.ID – Tindak pidana korupsi (Tipikor)i masih menjadi persoalan yang belum bisa dituntaskan atau bahkan diminimalisir, khusunya di Provinsi Bengkulu.
Tak bisa dipungkiri, sepanjang 2023 Bengkulu masih diwarnai kasus-kasus tipikor, bahkan ditingkat desa, kabupaten/kota, Provinsi hingga instansi vertikal yang ada di Bengkulu.
BACA JUGA:Investasi Meningkat, Bengkulu Semakin TumbuhKasus Tipikor yang bergulir di kepolisian dan kejaksaan bermuara di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Bengkulu. Tak sedikit kasus Tipikor yang terdaftar menjadi perkara dan sudah inkrah, masih menyeret tersangka tambahan dengan perkara yang sama, seakan tak ada habisnya.
Seperti perkara jilid II dugaan korupsi Jembatan Menggiring Besar CS tahun anggaran 2018. Menyeret terdakwa Nafdi, ST, MT selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 1.1 Satker Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Provinsi Bengkulu.
BACA JUGA:Rekrutmen ASN 2024, Formasi Fresh Graduate Lebih Banyak
Ada pula, perkara yang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu, dana Bergulir Satu Miliar Satu Kelurahan (Samisake) yang merupakan Programa Kota Bengkulu, ada empat terdakwa yang masih proses persidangan.
Kemudian, korupsi Dana Desa (DD) Batu Tuggu di Kabupaten Seluma yang sudah putus di persidangan dan terdakwa sudah di vonis bersalah oleh Majelis Hakim. Bahkan masih banyak lagi kasus-kasus korupsi di Provinsi Bengkulu. BACA JUGA:JPU Hadirkan 5 Pelaksana Kegiatan Jembatan Menggiring CS Jadi Saksi di Persidangan
Menanggapi tingginya perkara Tipikor di Provinsi Bengkulu, Praktisi Hukum, Dosen Hukum Universitas Bengkulu (Unib), Randy Pradityo, SH, MH menyebutkan ada tiga hal yang mendorong seseorang menjadi koruptor, tekanan, kesempatan dan rasionalisasi.
Akibat tekanan, selain karena memiliki motivasi untuk melakukan tindakan korupsi, ditambah adanya tekanan motif ekonomi.
BACA JUGA:JPU Yakin Lanjut Tuntut Mantan Direktur PDAM Rejang Lebong
Adanya kesempatan. Hal ini membuat seseorang tergiur untuk korupsi. Ini terjadi akibat dari lemahnya sistem pengawasan yang pada akhirnya menjerumuskan pelaku melakukan korupsi.
Terakhir, rasionalisasi. Karena para pelaku selalu memiliki rasionalisasi atau pembenaran untuk melakukan korupsi. Rasionalisasi ini ternyata dapat menipiskan rasa bersalah yang dimiliki pelaku dan merasa dirinya tidak mendapatkan keadilan. Sebagai contoh "saya korupsi karena tidak digaji dengan layak".
BACA JUGA:Angka Kerugian Kontruksi Dikantongi, Lanjut Hitung KN Proyek Jembatan Air Taba Terunjam
Untuk itu, Randy menyarankan agar pemerintah dapat melakukan sinkronisasi perundang-undangan atau penataan regulasi agar tidak ada celah korupsi pada regulasi.
Melakukan pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM) agar SDM dapat mencegah terjadinya tipikor dan digitalisasi pemerintahan.