BACA JUGA:Kolektor Ditangkap, Gelapkan Uang Nasabah Rp14,8 Juta
Pengamat Tata Ruang, Mohammad Nur Dita Nugroho, ST, MSc menyimpulkan bangunan wisata Kota Tuo, tidak mengakomodir ruang hijau untuk lingkungan hidup (vegetasi) di tepian air, perlu serangkaian kajian kronologi. Dari perencanaan - pelaksanaan - penggunaan. Minim pertimbangan kebencanaan dan dampak yang diakibatkan dari adanya pembangunan. Dan perlu pertimbangan ahli terkait struktur dan tanah di bangunan tersebut.
Pengamat struktur pondasi, Ir. Lindung Zalbuin Mase, ST, M.Eng, Ph.D, IPM, ASEAN Eng mengungkapkan bahwa, sheet pile bukan untuk digunakan menopang bangunan. Sheet pile digunakan hanya untuk covering, perencanaan pembangunan wisata Kota Tua minim investigasi struktur tanah. Sheet pile tidak terpancang ditanah yang keras. Adanya Tekanan air ke tanah, ditambah tidak ada counter weight.
BACA JUGA:Diantar Keluarga Korban ke Kantor Polisi
Praktisi Hukum Pidana Fakultas Hukum UNIB, Randy Pradityo, SH, MH mengungkapkan perspektif hukum pidana, ambruknya bangunan Kota Tuo terebut, harus menunggu laporan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
Anggota Komisi II DPRD Kota Bengkulu, Teuku Zulkarnain, SE menyebutkan berangkat dari proses penyelidikan yang saat ini dilakukan pihak Polresta Bengkulu. Pihaknya optimis, akan adanya hasil investigasi dari para ahli struktur bangunan dalam proses penyelidikan yang dilakukan.
BACA JUGA:Mantan Direktur PDAM Dituntut 2,5 Tahun, UP Rp 454 juta
Sementara itu dari penulusuran RB di website LPSE Kota Bengkulu, dalam APBD 2021 Pemkot menganggarkan Rp 6,5 miliar untuk pembangunan kawasan wisata Kota Tuo. Kemudian, Pemerintah Pusat melalui Balai Prasarana Permukiman Wilayah Bengkulu (BPP) Kementerian PUPR juga mengucurkan anggaran dari APBN miliaran Rupiah dalam pembangunan Kawasan Kota Tua tersebut.(eng)