Krisis Iklim! Transisi Energi Bersih Dinilai jadi Solusi, Begini Potensinya

Jumat 09 Feb 2024 - 00:24 WIB
Reporter : Fiki Susadi
Editor : M. Rizki Amanda Lubis

Sebagai ilmu sosial, Jurusan Sosiologi Universitas Bengkulu (UNIB) mendukung terwujudnya demokrasi energi yang memprioritaskan kepentingan rakyat.

Ketua Jurusan Sosiologi Universitas Bengkulu, Heni Nopianti M. Si mengatakan saat ini sedang memulai menanamkan nilai-nilai transisi energi bersih yang adil dan berkelajutan kepada mahasiswa Sosiologi. 

“Lebih lanjut, Jurusan Sosiologi akan mendorong mahasiswa melakukan penyebarluasan isu transisi  energi kepada seluruh mahasiswa selingkup civitas akademika Universitas Bengkulu” tegas Heni saat diwawancarai di ruang kerjanya.

BACA JUGA:Ancaman Asap Briket PT HMII

BACA JUGA:Diduga Akibat Pencemaran PT HMII, Warga Batuk Berdarah

Transisi energi bersih adalah aksi menyelamatkan ketersediaan pangan untuk kita dan generasi masa depan. 

Pernyataan tersebut dilontarkan oleh Mahasiswa Sosiologi UNIB Ari Bagus Setiawan pada kegiatan Sosialisasi Sekolah Energi Bersih di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bengkulu pada Senin 5 Februari 2024 lalu. 

“Sebagai mahasiswa dan generasi yang akan hidup dimasa depan kita perlu melakukan gerakan melawan krisis iklim demi kelayakan dan keselamatan ruang hidup.

Misalnya saja kita ingin di bebapa tahun kedepan tetap mampu mengakses bahan pangan seperti beras dengan mudah dan terjangkau secara  ekonomi,” sebut Ari.

 

Clean Energy School #2 conveys the negative impact of coal energy and the climate crisis on every sector of life.

Manager of the Indonesian Green Canopy Clean Energy School, Hosani Hutapea, said that the definite solution now is a democratic clean energy transition.

With a potential of 363,021 MW from water, sun and wind, it is very possible to abandon coal energy.

"In principle, the energy transition we want must consider human rights, prioritize ecological balance, and be responsible for ecological restoration due to dirty energy. "Then it was followed by policy transformation, an economy that was based on environmental safety," explained Hosani.

 

Such as loss of sources of livelihood, social conflict, extreme weather changes, crop failure, decline in health and economic quality.

Kategori :