JAKARTA, KORANRB.ID - Kasus dugaan pelanggaran yang dilakukan sejumlah hakim Mahkamah Konstitusi dinilai bukan pelanggaran etik semata. Oleh karenanya, pemeriksaan diminta tidak berhenti pada pelanggaran etik. Namun juga mengkoreksi putusan yang dinilai jauh dari penalaran.
Argumentasi tersebut disampaikan Denny Indrayana yang bertindak sebagai salah satu pelapor dalam sidang pemeriksaan di Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) kemarin. Denny menerangkan, putusan 90/2023 terindikasi sebagai kejahatan yang terencana dan terogranisir. Bahkan, bisa dianggap sebagai skandal. BACA JUGA:3 Tsk KUR Kembali Diperiksa : Menunggu Tahap 2, Penyidik Lengkapi Kronologi "Sifatnya sangat merusak dan meruntuhkan pilar kewibawaan mahkamah konstitusi," ujarnya dalam sidang pemeriksaan. Dia mensinyalir, upaya itu melibatkan tiga elemen tertinggi. Pertama Ketua MK Anwar Usman, kedua keluarga Presiden Jokowi, ketiga adalah upaya menduduki menduduki posisi di lembaga kepresidenan. BACA JUGA:Bupati Mian : Bangga Kencana Langkah Positif Penurunan Stunting Dengan semua elemen tertinggi tersebut, Denny menilai tidak patut jika pelanggaran hanya dipandang sebagai pelanggaran etik yang biasa-biasa saja. Sebab kerusakan yang dihasilkan terlalu besar. Oleh karenanya, dia menilai, putusan MK yang biasanya harus dihormati, kali ini harus dibuka opsi pengecualian demi menjaga kewibawaan MK. "Bukan hanya dengan menjatuhkan sanksi etik dengan pemberhentian dengan tidak hormat terhadap hakimterlapor, tapi juga menilai dan memberi ruang koreksi atas putusan 90 yang sudah dimanipulasi," kata dia BACA JUGA:Antrean Truk Semakin Mengular, Usulan Penambahan Biosolar Belum Dijawab Denny meminta, putusan 90 tidak boleh dimanfaatkan para pihak yang dengan sengaja memanfaatkan hubungan kekerabatan hakim. Sebab, pemanfaatan relasi keluarga bukan hanya koruptif, kolutif, dan nepotism, tapi juga telah merendahkan lembaga mahkamah yang seharusnya dijaga. BACA JUGA:384 Ribu Warga Berisiko Gangguan Kejiwaan, Tertinggi di Kota Bengkulu "Putusan 90 tidak boleh digunakan sebagai dasar maju berkompetisi dalam pilpres 2024," terangnya. Dia meminta ada putusan provisi untuk menunda pelaksanaan dari putusan 90 yang dinilai menabrak nalar. Pelapor lainnya, Constitutional dan Administrative Law Society (CALS) yang terdiri dari belasan akademisi meminta Ketua MK Anwar Usman dilengserkan. Kuasa hukum CALS Violla Reininda mengatakan, Anwar Usman telah secara jelas terlibat konflik kepentingan dalam memutud perkara 90/2023. Faktanya, putusan itu telah memberi karpet merah bagi kepoanakannya sendiri Gibran Rakabumingraka. "Keterlibatan di sini dalam arti yang nersangkutan tidak mengundurkan diri untuk memeriksa dan memutus perkara," ujarnya. BACA JUGA:Pernah Jaya di Masanya, Angkot Bersisa 149 Unit Berdasarkan keterangan dalam dissenting opinion, juga Anwar diduga keras melakulan lobi untuk memuluskan perkara itu. Dugaan itu juga diperkuat dengan pernyataan Anwar yang mendukung kepemimpinan muda dalam acara di Semarang September silam. Dalam etika hakim, yang dilakukan Anwar melangggar prinsip independensi, ketidakberpihakan, dan prinsip integertias. "Dalam satu pandangan kami sangat fatal apalagi dialkukan oleh seorang negarawan dan pucuk pimpinan dari lembaga MK," tegas Violla. Anggota CALS Bivitri Susanti menambahkan, fokus pihaknya saat ini sebatas meminta Anwar Usman diberhentikan dari jabatan MK. Adapun soal implikasi pada putusan dan nasib Gibran, dia menilai perlu dikaji lebih dalam nantinya. Sebab, perkara tersebut bukan hal sederhana. "Kami harus memberi justifikasi akademik," imbuhnya. Bivitri tidak ingin, keinginan hanya didasarkan pada emosi-emosi reaktif. Sementara itu, dalam kesempatan sama Anwar Usman, hakim Arief Hidayat dan Enny Nurbaningsih menjalani pemeriksaan oleh MKMK pada sore hari. Anwar mendapat kesempatan pertama pada pukul 16.00 dan diikuti Arief sekitar satu jam setelahnya. Sementara Enny diagendakan malam pukul 19.00. Di temui usai pemeriksaan, Anwar mengaku ditanya terkait isu yang beredar. "Ya nanya-nanya seperti yang ada di berita adik-adik ya, dikonfirmasi," ujarnya. Dalam kesempatan itu, Anwar membantah jika ada lobi-lobi dalam putusan 90/20013. "Ga ada, lobi-lobi gimana. Sudah baca putusannya blm?," imbuhnya. Saat ditanya kenapa tidak mundur dalam penanganan perkara 90/2023, Anwar berdalih MK adalah pengadilan norma, bukan pengadilan berbasis kasus faktual. Dia berdalih, perkara itu membahas umum dan tidak spesifik khusus untuk Gibran. "Kepentingan siapa? Ini pengadilan norma. (Putusan berlaku untuk) semua bangsa Indonesia, rakyat Indonesia," tegasnya. Saat didesak kesiapannya meletakkan jabatan, dia menyerahkan pada Allah SWT. "Yang menentukan jabatan milik Allah yang maha kuasa," ungkapnya. BACA JUGA:Diduga Darah Tinggi Kambuh, Pengendara Motor Terjatuh dan Meninggal Dunia Sementara Arief Hidayat yang menuntaskan pemeriksaan pada pukul 18.15 mengaku telah menceritakan semua yang diketahui kepada majelis kehormatan. Dia menyerahkan majelis untuk memutus. "Sudah saya sampaikan semuanya. Terbuka, gak ada yg saya tutupi," kata hakim yang menyampaikan Dissenting Opinion tersebut. Disinggung soal dugaan lobi-lobi dalam putusan, dia mengaku tidak tahu. Arief merasa tidak ada yang melobi dirinya. Namun apakah hakim lain dilobi, dia mengaku tidak tahu. "Kalau yang lain gak tau. Kalau saya, gak datangin saya," tuturnya. Namun Arief sepakat jika marwah MK perlu diselamatkan marwahnya. Sebab, ke depan masih ada banyak tugas MK yang membutuhkan kepercayaan masyarakat. Jubir Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar - Mahfud, Tama S Langkun mengatakan, pihaknya berharap proses yang dilakukan MKMK bisa berjalan dengan baik. Majelis MKMK juga harus bisa tetap menjaga independensi dan tegas dalam mengambil keputusan. "Jika ketua MK terbukti melanggar, tentu sanksi yang berat harus dijatuhkan," terangnya dalam konferensi pers di Media Center TPN Ganjar - Mahfud, Jalan Cemara, Menteng, Jakarta Pusat kemarin. Tama mengatakan, pihaknya juga menghargai apa yang dilakukan para guru besar dan akademisi hukum tata negara, termasuk dari Koalisi Masyarakat Sipil yang sudah melaporkan terkait dugaan pelanggaran etik yang berhubungan dengan pengambilan keputusan di MK. Menurutnya, para guru besar dan akademisi yang sudah melaporkan merupakan perwakilan yang sebenarnya dari masyarakat dan langkah yang jernih tanpa ada kepentingan. "Tentu saja ini adalah upaya untuk menjaga konstitusi kita dari pembegalan yang kemudian akan merusak tatanan demokrasi," paparnya. Tama mengatakan, proses di MKMK tidak boleh bertele-tele dan harus cepat, meskipun UU memberikan waktu 30 hari dan bisa diperpanjang 15 hari. Sebab, putusan itu berkaitan dengan momentum pemilu. Jadi, harus segera ada kepastian dalam konteks pemberian sanksi. Sebagai peserta pemilu, lanjut Tama, pihaknya membutuhkan netralitas dan independensi MK. Menururnya, pada Pemilu 2024, peluang adanya sengketa sangat besar. Ada sengketa pilkada, sengketa pileg, dan sengketa pilpres Maka dari itu, proses di MKMK dan laporan dari para guru besar adalah upaya untuk menjaga MK agar kembali kepada jalannya, menegakkan konstitusi. "Karena kalau kemudian MK itu rawan dengan intervensi, tentu yang dirugikan adalah banyak sekali warga negara yang hak konstitusinya terganggu," tandasnya. Pakar Hukum Tata Negara Juanda mengatakan, sidang MKMK menjadi pertaruhan kredibilitas Jimly Asshiddiqie untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada MK. Menurutnya, jika ditemukan ada pelanggaran kode etik yang dilakukan ketua MK, maka di sini akan menjadi ajang pembuktian sikap objektif Jimly dalam menjatuhkan putusan tegas. "Mari kita menunggu bagaimana putusan MKMK," kata Juanda yang juga hadir dalam konferensi pera di Media Center TPN Ganjar - Mahfud. Menurut Dosen Hukum di Universitas Bhayangkara Jakarta itu, putusan MK No 90 PUU-XX/2023 merupakan titik awal dugaan pelanggaran konstitusi. Dari putusan ini bisa dipakai untuk membuktikan ada atau tidaknya pelanggaran kode etik. Juanda berharap MKMK tidak bermain di dalam ranah politik. Tidak mencoba berselingkuh dengan kekuatan politik tertentu. "Kecuali hanya fokus konsisten pada penegakan hukum yg obyektif," kata Juanda. Dia menaruh harapan besar terhadap sosok Jimly Asshiddiqie bisa memberikan putusan yang kuat dengan melakukan wewenangnya juga secara kuat. Sebab, kata Juanda, kalau soal pelanggaran etik itu tidak dibasmi dulu di sidang etik, maka berpotensi kepada kepercayaan masyarakat atas hasil pemilu 2024, dimana nanti akan ada sengketa pemilu. "Kalau sidang MKMK tidak tegas maka bisa jadi nanti Ketua MK lagi-lagi berpihak kepada salah satu pasangan tertentu," kata dia. Menurut Juanda, Jimly mempertaruhkan kredibilitasnya sebagai hakim MKMK untuk negara. Dia berharap tidak ada goyangan atau godaan dari kekuatan politik apapun terhadap Jimly Asshiddiqie. Sebab kalau putusan tidak sesuai harapan masyarakat maka muaranya ke pemilu 2024. Bakal ada sengeketa pemilu yang ditangani MK. Nantinya masyarakat tidak percaya terhadap MK. Juanda menyatakan, putusan yang dijatuhkan MKMK harus tegas dan jangan memutuskan putusan yang abu-abu. Sebab, dalam putusan MKMK itu ada yang terbukti berat, rendah dan ringan. Kalau ditemukan ada perselingkuhan politik Ketua MK dan terbukti, maka Ketua MK harus diberhentikan dengan tidak hormat dan ketua MK harus legowo mundur. Menurut Juanda, pernah ada putusan MKMK terbukti pelanggaran etik besar, tapi sanksinya hanya ringan. Dia juga sarankan sidang kode etik MKMK ini digelar terbuka umum. Juanda berharap, Jimly tegak lurus menegakkan dan menjaga Konstitusi. Jimly harus bisa memastikan ada atau tidak pembuktian yang bisa membuktikan ada perselingkuhan ketua MK. "Sebenarnya ini mudah dilihat sebab dalam gugatan disebut nama Gibran dan hasil dari putusan MK itu Gibran kini jadi cawapres," pungkasnya. (fJPG)
Kategori :