Begini Sejarah Muhammadiyah Gunakan Metode Hisab untuk Tentukan Awal Ramadan dan Idul Fitri

Senin 26 Feb 2024 - 11:05 WIB
Reporter : Fazlul Rahman
Editor : Fazlul Rahman

 

Namun selesai berargumentasi, lampu ruangan dinyalakan sehingga nampaklah di ruangan itu ternyata Sri Sultan didampingi oleh seluruh jajaran Kesultanan.

 

 Dengan penuh kebijaksanaan, Sri Sultan memberikan izin: “Berlebaranlah kamu menurut hisab atau rukyat, sedang Grebeg di Yogyakarta tetap bertradisi menurut hitungan Aboge”.

BACA JUGA:6 Kebiasaan yang Sering Terjadi Ketika Ramadan akan Tiba

 

Dari kejadian itu, maka Muhammadiyah diizinkan menyelenggarakan Salat Idulfitri lebih dahulu, termasuk menggunakan fasilitas Masjid Agung Yogyakarta untuk menggelar Salat Id.

 

Sementara pihak Keraton tetap berpegang pada kalender Aboge yang berbeda dalam penentuan awal Syawal.

 

Mengutip Muhammadiyah Jawa karya Najib Burhani, Media Zainul Bahri dalam Perjumpaan Islam Ideologis & Islam Kultural Sejarah Kritis (2022) menyebut bahwa Muhammadiyah setelah kejadian itu itu memakai tiga Kalender, yaitu Kalender Jawa, Kalender Hijriyah, dan Kalender Masehi.

 

Akan tetapi, penggunaan Kalender Hijriyah dan hisab sebagai pedoman utama dalam penentuan hari-hari besar keagamaan baru direkomendasikan kepada seluruh warga Muhammadiyah pasca Kongres Muhammadiyah ke-26 di Surabaya pada tahun 1926 atau tiga tahun pasca wafatnya KH Ahmad Dahlan. (*)

 

Artikel di atas sudah tayang di muhammadiyah.or.id dengan judul  Sejarah Muhammadiyah Menggunakan Metode Hisab untuk Ramadan dan Idul Fitri, KH. Ahmad Dahlan dan Dukungan Sri Sultan Hamengkubuwono VII

 

 

Kategori :